TENGGARONG, BERITAKALTIM.COM –Meski telah menggelar acara peletakan batu pertama (groundbreaking) yang dihadiri langsung Menteri Perdagangan Rahmad Gobel dan Ketua Komisi III DPR RI Azis Samsyudin, hingga kini izin pembangunan bandara di Desa Jongkang, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara (Kukar) belum diterbitkan, lantaran masih menunggu rampungnya proses pembuatan Amdal di tingkat provinisi. Sebagai bukti pihak Pemprov Kaltim turut mendukung proyek tersebut, digelarlah konsultasi publik pembangunan bandara sekaligus sebagai tahap awal penerbitan Amdal.
Uji pUblik tersebut, menjadi wadah bagi warga Jongkang untuk dapat menyampaikan berbagai kekuatiran mereka tentang dampak negatif pembangunan bandara Jongkang, seperti kerusakan lingkungan yang menyebabkan polusi, kebisingan hingga kekhawatiran akan terjadinya banjir akibat pembukaan lahan bandara. Keluhan tersebut langsung mereka sampaikan kepada pejabat terkait yang hadir yakni Bappeda Kaltim, Bappeda Kukar Dishub Kaltim, Dishub Kukar, BLH Kaltim, BLHD Kuka, BPN Kukar, Polsek Loa Kulu, Koramil Loa Kulu, Camat Loa Kulu Ketua LPM/BPD Jongkang, Ketua Karang Taruna Desa Jongkang serta sejumlah tokoh masyarakat Jongkang.
Menanggapi keluhan masyarakat tersebut, pihak PT Nusa Energindo Persada selaku pemrakarsa proyek bandara yang diwakili David menerangkan, untuk mengantisiapasi terjadinya banjir, nantinya seluruh air hujan yang jatuh di lokasi bandara akan ditampung pada sebuah drainase tersendiri yang terkoneksi langsung dengan aliran sungai.
Sementara untuk tahap awal ini, kebisingan tidak akan terjadi karena diperkirakan bandara jongkang dalam satu hari maksimal hanya melayani dua penerbangan saja sengingga hanya ada empat pergerakan yakni dua kali lending dan dua kali take of. Selain itu ukuran pesawat yang beroprasi dibandara jongkang juga terbilang kecil, maksimal hanya 45 penumpang dengan bertenaga baling-baling. “Untuk tahap awal landasan yang dibangun hanya 1800 meter itu hanya untuk melayani pesawat certer, sehari diperkirakan hanya dua penerbangan saja maksimal, kondisi itu akan berlangsung selama 10 tahun ke depan, sepuluh tahun berikutnya barulah tahap kedua pembangunan bandara dilakukan dengan memperpanjang landasan pacu hingga 2250 meter itu bila smart city berkembang,”tutur David.
Senada dengan David, Kabid Pengkajian Dampak Lingkungan (PDL) BLH Kaltim, Fahmi Himawan mengatakan, untuk pengaturan alur penerbangan bandara Jongkang mengacu pada otorotas Bandara Samarinda Baru (BSB) karena masih menjadi satu kawasan terbang. Sehingga antara BSB dan badara Jongkang menjadi satu kesatuan, namun berbeda fungsi. BSB lebih diperuntukan untuk penumpang umum, sementara Bandara Jongkang lebih kepada pesawat carter seperti untuk para karyawan perusahaan dan secara peryodik setiap tahunnya selalu pulang ke kampung halaman mereka.”Sebenarnya bisa dibilang BSB dan Bandara Jongkang ini adalah satu namun peruntukannya berbenda,”tutur Fahmi. #Wn