BeritaKaltim.Co

Standar Ganda Pancasila

Oleh: Charles Siahaan

charlessiahaanStandar ganda Pancasila. Itu sudah muncul ketika peristiwa Gerakan PKI 30 September tahun 1965. Di mana ada peristiwa pembunuhan berbau politik yang dibalas penguasa waktu itu dengan pembunuhan pula. Tak hanya dibunuh, orang-orang dan keluarga keturunan langsung pelaku juga dipenjara tanpa pengadilan.

Eks Tapol itu ada di pulau-pulau dan penjara yang terkucilkan. Termasuk di Kaltim di dekat Samboja Kukar. Mereka yang semestinya tak bersalah, ikut mengemban stigma negatif, PKI. Anak-anak PKI bahkan tak diterima bekerja. Terkucil.

Sejak itu, bangsa Indonesia berdiri di atas minset balas dendam yang akut. Kejahatan boleh dibalas dengan kejahatan bukan dibawa ke pengadilan. Ada sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tapi pembunuhan oleh tokoh-tokoh PKI adalah biadab, sedangkan pembunuhan balas dendam oleh penguasa terhadap tokoh PKI dan keluarganya waktu itu, adalah beradab?

Kelihatannya sederhana, sehingga banyak generasi sekarang yang mengatakan lupakan saja. Tutup buku. Sering kita lupa kejadian itu mempengaruhi sendi-sendi kehidupan kita. Sejak di bangku sekolah disodorkan buku sejarah yang ditulis agar anak-anak penerus bangsa ini tertanam kebencian terhadap PKI sebagai pembunuh para jenderal, pembunuh sadis.

Sering kita lupa, perilaku generasi anak muda sekarang itu dipengaruhi oleh sejarah. Apa yang diperbuat dan dialami oleh pendahulu, membentuk karakter dan mental setiap individual anak bangsa. Ketika pemerintahan masa lalu tampil begitu buas padahal ada Pancasila, maka jangan heran kalau sampai sekarang 5 sila itu hanya sebuah “dongeng”. Toh, kalau jadi penguasa boleh melakukan pembunuhan warganya.

Inilah standar ganda Pancasila itu. Yang telah mempengaruh mental generasi kita. Coba kita simak keberanian demonstran merusak fasilitas publik, keberanian koruptor yang sudah putus urat malu, keberanian para mafia mengakali dan mengatur pemerintahan untuk kepentingan pribadinya. Dan keberanian-keberanian lain untuk melanggar hukum dan konstitusi kita.

Kita tahu peristiwa G30S PKI itu kelam dan berdarah. Kita tahu setelah itu penguasa membalas dengan darah. Mari kita letakkan sejarah itu dengan benar. Sajikan fakta-fakta tanpa perlu disembunyikan. Mari kita ubah buku-buku sejarah di sekolah agar tidak lagi menebar kebencian sepihak. Lepaskan beban masa lalu itu dan tidak lagi mengajak generasi berikut menanggung dosa-dosa pendahulu mereka.

Hanya itu caranya. Pemerintah sekarang tak perlu minta maaf atas kesalahan pemerintahan sebelumnya. Tapi pemerintah sekarang punya tugas sebagai fasilitator dalam upaya rekonsiliasi. Yaitu antara para korban dan juga masyarakat, yang sampai kini terbelah opininya akibat menelan cerita sejarah sepihak berpuluh tahun lamanya.

Selamat Memperingati Hari Kesaktian Pancasila.
Samarinda, 1 Oktober 2015

Penulis: Charles Siahaan, Wartawan beritakaltim.com

Comments are closed.