SAMARINDA, BERITAKALTIM.Com- Asap yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalbar dan Kalteng menerobos Kaltara dan Kaltim. Daerah paling terdampak dari asap berasal yang berasal dari Kalteng adalah Kabupaten Kutai Barat dan Berau. Sedangkan daerah di Kaltara yang terdampak dari asap yang berasal dari Kalbar adalah Kabupaten Nunukan dan Malinau.
Warga yang bermukim di Melak, Kutai Barat, Sadly Chaniago melaporkan bahwa asap makin pekat di Kubar dengan jarak pandang terus menurun dalam 10 hari terakhir ini. “Hari ini jarak pandang tinggal antara 100-200 meter. Kalau malam ini tak turun hujan, hari Jumat akan lebih menurun lagi jarak pandang,” ujarnya.
Meski asap belum sampai masuk ke dalam rumah, Sadly mengaku bangunan rumah, khususnya rumah bertingkat sudah ditelan asap, tidak kelihatan lagi dari jarak 300 meter. Bandara Melak juga sudah ditutup untuk penerbangan, tapi transportasi air juga rawan diselimuti kabut asap. “Kita hanya berdoa semoga hujan turun,” ungkapnya.
Untuk ke Berau, penerbangan sudah terhenti sejak lima hari lalu dan dikeluhkan masyarakat yang hendak pulang dari Jawa atau Samarinda ke Berau sebab harus menempuh jalan darat, dimana dari sisi ongkos sama saja dengan naik pesawat, tapi waktu terbuang lebih lama di jalan dan menambah biaya makan minum selama dalam perjalanan.
Junaidi yang hendak pulang ke Berau dari Surabaya, Minggu lalu mengatakan, pesawat yang ditumpanginya Sriwijaya Air sudah memulangkan harga tiketnya sebelum berangkat dari Surabaya sebab, penerbangan hanya sampai di Balikpapan.
Ia mengaku dari Balikpapan ke Berau akan menempuh jalan darat dengan mecarter kendaraan, dimana harganya Rp3,5 juta sebab, ia berangkat dengan anggota keluarganya sebanyak 5 orang ditambah anak-anak. “Mobil mau mengantar kalau sekali jalan dibayar Rp3,5 juta. Kalau per kepala Rp500 ribu. Itu bisa Xenia, Avanza,” ujarnya.
Sedangkan dari Nunukan, Budi Anshori mengabarkan, asap semakin tebal yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan di Kalbar. Bandara Nunukan sudah tutup 10 hari, sehingga sudah 10 hari juga orang tidak membaca media cetak. Poli Anak di Puskemas juga menerima pasien yang mengeluh sesak napas lebih banyak dari hari biasa. “Sekarang yang minta cek kesehatan, khususnya karena tidak nyaman saluran pernapasannya sampai 50 orang,” katanya.
Untuk pelayaran laut dan sungai, kata Budi masih berjalan normal, meski laut dan sungai juga diselimuti asap tebal. Jurumudi kapal dan speed boat sudah diisntruksikan Syahbandar untuk berhati-hati dan menyalakan lampu sepanjang perjalanan. “Penumpang kapal dan sepeed juga dianjurkan memakai masker. Polisi pelabuhan juga membagikan masker gratis dua hari lalu,” ujar Budi.
Pertimbangkan evakuasi anak-anak
Sementara itu di Jakarta, pemerintah tengah mempertimbangkan untuk mengevakuasi anak-anak dan bayi yang terimbas kabut asap di Sumatera dan Kalimantan, kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan sebagaimana dilaporkan BBC Indonesia.
Kepada sejumlah wartawan, seusai menggelar rapat koordinasi dengan beberapa menteri, Luhut mengatakan rencana evakuasi sedang dipertimbangkan mengingat indeks standar pencemaran udara (ISPU) di banyak kawasan menunjukkan angka yang tinggi.
Khusus di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, ISPU memperlihatkan konsentrasi partikulat PM10 berada pada taraf 1.430 mikrogram per meter kubik, Kamis (22/10) pukul 14.00. Sehari sebelumnya, pengukuran partikulat serupa berada di atas 3.000 mikrogram per meter kubik. Padahal, angka 300 telah dikategorikan berbahaya.
“Kalau memang ISPU-nya begitu parah, tiada ruangan lagi yang ISPU-nya normal, kita mempertimbangkan untuk bawa ke provinsi di selatan yang ISPU-nya baik, misalnya Banjarmasin,”kata Luhut.
Apabila di tempat evakuasi, tingkat pencemaran udara masih parah, Luhut mengatakan pemerintah akan menyiapkan kapal-kapal sebagai tempat tinggal sementara.
“Kalau masih lebih parah, kita mungkin sudah mempertimbangkan untuk menggunakan kapal perang atau kapal Pelni, untuk mereka tinggal di situ sampai keadaan membaik,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam wawancara dengan BBC Indonesia di Palangkaraya, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mempertanyakan langkah evakuasi.
“Kalau evakuasi, saya melihat, di Kalimantan ini penyebaran penduduk luas sekali. Bagaimana kita melakukan evakuasi? Itu juga harus dipikirkan. Atau di daerah Riau. Begitu banyaknya manusia, kita mau evakuasi (mereka) ke mana?” tanyanya.
Menkes menganjurkan masyarakat untuk berlindung di dalam rumah. Pemerintah sudah membagikan misalnya masker, obat-obatan, dan makanan tambahan. Kita juga minta dibuatkan tenda isolasi.
“Kita sudah berusaha, jangan bilang tidak ada. Kita melakukan, menitipkan anak-anak di rumah singgah. Mereka menitipkan anak-anak bahkan di rumah sakit. Mereka juga melakukan pekerjaan yang bukan main untuk membantu,” kata Nila.
Bagi orang yang ingin menghindari asap bisa pergi ke rumah singgah. Menkes mengharapkan, pertama api ini padam, itu dulu.”Tapi sepertinya masih tidak akan padam untuk waktu yang agak lama. Kemarin orang tua yang bayinya meninggal mengatakan kepada saya, mengapa pemerintah tidak memprediksi ini? Ini sudah bertahun-tahun terjadi, bukan tiba-tiba,” ucapnya menirukan.
Untuk urusan kesehatan, Kemenkes sudah melakukan, (anjuran) memakai (dan pembagian) masker. “Tapi kan Anda tahu, jarak antara rumah seseorang dengan (tempat) pelayanan kesehatan) juga bukan suatu hal yang mudah,” tandasnya.
Ia juga telah meminta Pemda terdampak kabut asap memasang (papan indikator pencemaran udara)untuk mengingatkan, itu yang minimum. “Saya tidak bisa pasang di sini dong. Harusnya itu Pemda. Tapi kami sudah mengingatkan. Bahwa kalau kelihatan tinggi (indikator pencemaran udara), masyarakat harus bergerak untuk masuk ke dalam ruangan.
Kalau di dalam ruangan tidak melindungi, asapnya masuk semua …,” kata Menkes.
Menghindari asap bisa juga dilakukan dengan menutup ruangan dengan kain. Melakukan itu jelas tidak cukup. Tapi meminimalkan itu harus.
Dalam laporan kajian organisasi lingkungan hidup, World Resources Insitute, emisi karbon akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah melampaui rata-rata emisi karbon harian Amerika Serikat selama 26 hari dari 44 hari sejak awal September.
Catatan tersebut praktis menunjukkan lonjakan signifikan. Pasalnya, selama ini AS merupakan sumber gas rumah kaca kedua setelah Cina. Adapun Indonesia biasanya dikategorikan WRI pada peringkat lima. #Into
Comments are closed.