SAMARINDA, BERITAKALTIM.com- Ada data menarik di balik proyek pembangunan jalan Jongkang Loa Lepu senilai Rp252 Miliar dengan jarak sekitar 7 Kilometer. Selain bermasalah karena tidak kelar pekerjaannya setelah melewati batas waktu adendum akhir tahun 2015, tanah di kawasan itu diduga sudah dikuasai oknum pemburu rente.
Penelusuran wartawan beritakaltim.com di lapangan, menemukan pengakuan warga yamg menyebutkan sebagian tanah di kawasan itu bukan lagi milik warga setempat. Dari sekitar 169 warga yang terdaftar menguasai tanah, hanya sebagian atau 70-an orang yang benar-benar masih warga asli. Sebagian lainnya, adalah warga dari daerah lain yang diduga memiliki akses dengan penguasa pemburu rente.
Kepala Desa Jongkang H Salasnian mengakui kalau sebagian pemilik tanah yang berada di kiri kanan proyek jalan Jongkang tidak tinggal di daerah itu lagi. Namun ketika ditanyakan apakah para pemilik tanah tersebut adalah pejabat atau kerabat dari pejabat, dia mengaku tidak tahu dan meminta wartawan media ini menanyakan kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Bina Marga.
“Saya takut salah-salah memberikan keterangan. Sebaiknya tanyakan langsung ke PPTK-nya,” ujar Salasnian.
Tugasnya sebagai Kepala Desa Jongkang Kecamatan Loa Kulu adalah untuk memastikan program Pemerintah Kabupaten Kukar berjalan dengan baik di desanya. Kemudian mengawal proses pembayaran ganti rugi lahan warga yang terkena proyek jalan terhubung dari Loa Lepu – Loa Kulu – Lok Bahu Samarinda.
Salasnian yang baru bertugas sebagai Kepala Desa Jongkang mengatakan, dia kurang memahami mengapa belum ada ganti rugi tanah warga yang terkena proyek, sementara proyek jalannya sudah dikerjakan kontraktor. Data yang dipegangnya hanya menyangkut penduduk Desa Jongkang, termasuk yang tanahnya terkena proyek jalan.
“Benar ada 160-an warga kami yang terkena proyek itu,” ujar Salasnian, ramah. Selain masuk wilayah administrasi Jongkang Loa Kulu, proyek jalan itu juga terhubung dengan Desa Loa Lepu Kecamatan Tenggarong Seberang.
Proyek pembangunan jalan Jongkang – Lok Bahu Samarinda digagas Bupati Rita Widyasari dengan pekerjaan dimulai tahun 2013. Jenis pekerjaan proyek adalah MYC atau multi years contract alias tahun jamak, tahun 2013, 2014 dan mestinya berakhir Mei 2015 disaat Bupati Rita Widyasari mengakhiri jabatannya. Namun karena pekerjaan tidak diselesaikan kontraktor, sehingga Pemkab Kukar memberikan adendum sampai bulan Desember 2015. Ternyata sampai tutup tahun 2015 pekerjaan tetap tidak selesai.
Menurut data berkop Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Pemkab Kukar yang diterima beritakaltim.com, proyek itu dilelang tahun 2013, sebagai salah satu dari sekian banyak proyek multiyears contract (MYC).
Proyek dengan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sebesar Rp261,1 Miliar lebih itu tendernya dimenangkan PT Karyatama Nagasari dengan harga penawaran Rp252,9 Miliar. Perusahaan ini berada di nomor urut ketiga dari 4 yang dinyatakan lulus prakualifikasi. Urutannya adalah PT Bangun Cipta Contractor, PT Yasin Effrin Jaya, PT Karyatama Nagasari dan PT Citra Gading Asritama.
Dengan kontrak proyek Rp252,9 miliar tersebut kontraktor sudah mengerjakan sekitar 7 kilometer. Sehingga diasumsikan nilai proyek jalan untuk setiap kilometer adalah Rp36 Miliar.
Tanggapan datang dari Al Qomar, mantan anggota DPRD Kukar periode 2009-2014. Menurutnya, saat menjabat sebagai anggota DPRD Kutai Kartanegara dia sudah pernah melakukan sidak yang hasilnya memang membuatnya ragu perusahaan mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut.
“Proyek tersebut sudah saya sidak waktu tahun 2014 sewaktu masih saya duduk di DPRD Kukar, janjinya akan diselesaikan sesuai jadual. Proyek tersebut dalam perencanaannya tidak ada anggaran untuk pembebasan lahan tanah warga. Di black list saja PT Karyatama Nagasari untuk kegiatan di Kutai Kartanegara,” ujar Al Qomar menanggapi pemberitaan beritakaltim.com tentang proyek multiyears contract yang tidak selesai di Jongkang tersebut.
Sebelumnya muncul komentar kalau proyek yang dimulai kontraknya tahun 2013 itu kemahalan. Pemkab Kukar dinilai melakukan pemborosan anggaran, karena proyek jalan beton dua jalur tersebut hanya sekitar 7 kilometer. Sementara perusahaan pemenang tender mencantumkan nilainya lebih dari Rp252,9 miliar.
Sementara seorang Wartawan senior di Kaltim, Intoniswan, mengatakan ada addendum dalam proyek tahun jamak yang dimulai tahun 2013 sampai 2015 tersebut.
“Pemberian addendum untuk proyek multiyears ini, dari berakhirnya kontrak Juni 2015 ke Desember 2015, tidak sesuai dengan ketentuan. Sebab, yang namanya proyek MYC kalau tidak selesai sesuai kontrak, proyeknya ditutup dan memulainya harus dengan prosedur meminta persetujuan dewan. Sisa pekerjaan dilelang kembali dan dilanjutkan dengan kontrak baru,” ujar Intoniswan, menanggapi pemberitaan beritakaltim.com soal proyek ini, sebelumnya.
Dalam penelusuran beritakaltim.com ke lapangan, proyek tersebut masih jauh dari dianggap selesai. Bahkan kemungkinan baru 40-50 persen. Di sana-sini banyak pekerjaan yang masih disisakan, bahkan ada rumah warga yang berada di tengah jalan.
Salah seorang warga, Hery Susilo mengaku kecewa, karena pada tahun 2013 lalu, awalnya perusahaan hanya bermaksud menimbun jalan kecil yang sudah ada dan digunakan warga. Kemudian pihak perusahaan mendatangi mereka dan memberikan taliasih atas tanam tumbuh yang ada di situ. Tali asih diberikan sebesar Rp7 ribu per meter persegi.
“Tapi faktanya, jalan itu disemenisasi, dicor seperti sekarang. Tanah saya ada masuk menjadi jalan itu seluas 14 meter kali 12 meter,” ujar Hery.
Dalam beberapa kali pertemuan, sudah ada kesepakatan tentang ganti rugi. Namun, belum ada kesepakatan tentang berapa harga ganti rugi tanahnya.
Selain Hery, setidaknya ada dua rumah lain bertahan berada di tengah proyek jalan yang sudah dibangun. “Saya kecewa Pak. Kalau tidak dibayar saya mau tanah saya dikembalikan. Saya minta dibongkar saja yang sudah jadi jalan,” cerita Hery. #le/hard
Comments are closed.