SAMARINDA, BERITAKALTIM.COM- Asal usul proyek jalan Jongkang Loa Kulu Kukar ke Jalan Jakarta Sungai Kunjang Samarinda yang dikerjakan kontraktor PT Karyatama Nagasari senilai Rp252,9 miliar, murni ide Bupati yang menjabat ketika itu, Rita Widyasari.
Menurut 3 anggota DPRD periode 2009-2014 itu kepada beritakaltim.com, tidak ada pembahasan apapun mengenai rencana pembangunan jalan Jongkang Loa Kulu kepada DPRD.
“Tidak ada anggota dewan yang tahu. Itu cuma dibahas di tingkat pimpinan dewan, tapi itupun tidak semua pimpinan,” kata ketiga anggota DPRD Kukar saat ditemui terpisah. Ketiganya minta namanya dirahasiakan, namun siap memberikan keterangan jika diperlukan di depan hukum.
Belakangan, anggota DPRD diberi kabar adanya proyek kakap tersebut melalui omongan lisan saja oleh pimpinan dewan.
Itu bukan hanya pada proyek Jongkang yang diduga bakal bermasalah hukum, tetapi juga proyek-proyek lainnya di Kukar yang total jumlahnya 15 proyek dengan anggaran sistim multiyears sebesar Rp3,2 triliun.
Jika mekanisme yang ditempuh pemerintah melalui usulan dari Musrenbang dan masuk ke DPRD, maka umumnya produk hukumnya adalah Perda (Peraturan Daerah). Namun yang terjadi pada 15 proyek kakap di Kukar, aturan yang dipakai untuk kegiatan 15 proyek adalah Perbup (Peraturan Bupati).
“Perbup dibolehkan, tapi Perda lebih baik. Agar transparansi terhadap penggunaan anggaran daerah terwujud,” ujarnya.
Ketiganya mengaku tidak tahu apa latar belakang dibuatnya proyek jalan Jongkang, karena sebenarnya jalan dua jalur Tenggarong Seberang ke Samarinda belum padat dan malah masih lenggang.
Seperti diberitakan sebelumnya, aksi memborong lahan tanah terjadi di kawasan Jongkang dan Loa Kulu. Dari 4 RT yang ada di kawasan dekat proyek jalan tersebut, diketahui dikuasai oleh penduduk luar. Pemilik tanah dari warga asli sekitar hanya 20 persen saja. Selebihnya adalah nama-nama yang diduga terakses dengan sejumlah pejabat dan orang dekat dengan penguasa.
Keterangan Abdul Gafar, Ketua RT 23 Desa Loa Kulu Kota, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara, jumlah warganya di RT 23 hanya 35 KK (Kepala Keluarga) . Sedangkan yang tanahnya terkena proyek jalan ada 25 warga dan yang warga asli hanya 7 KK. Selebihnya adalah warga dari luar Loa Kulu Kota.
Sedangkan Ketua RT 05 Desa Loa Kulu Kota, Erhamsyah, mengatakan, dari 91 KK warga di kawasan administratifnya, hanya 2 orang yang benar-benar warga asli.
Penelusuran beritakaltim.com lebih jauh menemukan data-data terjadinya aksi besar-besaran pemborongan tanah sejak 15 tahun silam, ketika Bupati Kukar Syaukani HR mencanangkan kawasan Loa Kulu menjadi Bandara. Namun, rencana itu gagal karena pemerintah pusat memutuskan membangun Bandara Samarinda Baru di Sei Siring Samarinda.
Syaukani ketika itu belum menyerah. Cita-cita agar di daerahnya ada bandara terus diperjuangkan. Bahkan ketika itu terdengar kabar Syaukani yang dikenal sebagai salah satu pejuang otonomi daerah meneruskan rencananya dengan membangun bandara khusus hanggar atau tempat parkir dan perbaikan pesawat-pesawat.
Pemerintah pusat tetap tak memberi izin berdirinya bandara di Loa Kulu. Karena jarak antara Bandara Sei siring Samarinda yang direstui pemerintah usat dengan Loa Kulu hanya sekitar 20 kilometer.
Diduga, karena gagalnya izin kawasan itu menjadi Bandara membuat kecewa para pemburu rente, yakni para pemborong tanah yang berharap menangguk keuntungan dari kebijakan pemerintah membangun bandara. Bahkan, seperti diketahui, gara-gara kasus tanah tersebut Syaukani menghadapi tuntutan pidana KPK dan divonis korupsi oleh majelis hakim Tipikor.
Setelah era Bupati Syaukani berlalu dan Kutai Kartanegara dipimpin oleh puteri keduanya, Rita Widyasari, harapan terbangunnya bandara Loa Kulu yang sempat padam jadi hidup lagi. Rita yang memimpin Kukar periode 2010-2015, membangun rencana kawasan tersebut tetap jadi bandara.
Walau tidak mengantongi izin dari pemerintah pusat, Bupati Wanita pertama di Kalimantan itu terus berusaha memasukkan rencananya dengan memasukkan dana APBD Kukar sebagai pendukung Bandara Loa Kulu. Diantaranya adalah membangun jalan Jongkang senilai Rp252,9 miliar.
Upaya mencari investor juga dilakukan, bahkan dengan mendirikan perusahaan konsorsium di mana Rita Widyasari dan keluarganya menghibahkan lahan untuk dibangun bandara seluas 365,4 hektar. Akhirnya pada 18 April 2015 Pemkab Kukar nekat melakukan ground breaking dimulainya pembangunan bandara oleh konsorsium pengusaha. Hadir pada acara grounreaking itu Rahmat Gobel, bos Panasonic yang saat itu masih menjadi Menteri Perdagangan.
Tapi akhirnya proyek itu berhenti, karena Menteri Perhubungan Ignatius Jonan yang punya otorita tidak memberi izin.
Bagaimana nasib pembangunan bandara Loa Kulu Kukar, sejauh ini belum diketahui kelanjutannya. Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kukar, Dedi Purwadi, mengakui tidak tahu tentang lokasi tanah yang direncanakan membangun Bandara di Loa Kulu itu.
Pihak BPN Kukar mengakui selama ini tidak mengetahui adanya pihak-pihak yang mengurus pembebasan lahan untuk pembangunan bandara Loa Kulu. “Tidak ada dokumen apapun mengenai pelepasan lahan untuk bandara yang masuk ke kantor kami,” ujar Dedi.
Menurut Dedi, layaknya sebuah kegiatan pembangunan, sebelum dibangun harus ada izin penggunaan lahan yang dokumennya berasal dari BPN. Ia juga tidak tahu adanya luasan tanah yang dihibahkan keluarga Syaukani untuk calon bandara seluas 365,4 hektar,
“Menurut saya, soal hibah tanah itu tidak ada kekuatan hukumnya pada pihak yang menerima hibah. Bisa saja suatu saat orang yang memberikan hibah meninggal dunia, kemudian muncul ahli waris yang menuntut kembali. Mungkin ada anak-anaknya yang datang menuntut. Ya, kan tidak sama semua anak jalan pikirannya dan mengajukan gugatan hukum,” ucap Dedi.
Semestinya, ujarnya lagi, hibah dilakukan kepada pemerintah sehingga pencatatan dokumennya bisa dipertanggungjawabkan.
Proyek pembangunan jalan Jongkang – Jalan Jakarta belakangan menjadi sorotan karena diduga bermuatan mufakat jahat. Selain menyangkut dugaan penyalahgunaan wewenang pada terbitnya kebijakan, ada indikasi kebijakan maupun proyek jalan untuk tujuan menguntungkan pribadi maupun orang lain. Pihak yang diuntungkan adalah para pemburu rente yang telah memborong tanah.
Temuan lain yang mengindikasikan pemufakatan jahat, adanya indikasi perusahaan kontraktor pemenang proyek sudah diatur. Bahkan 2 perusahaan yang ditetapkan sebagai pemenang, terindikasi dalam satu kendali yang dilarang oleh undang-undang tentang persaingan usaha. #le/hard
Comments are closed.