BeritaKaltim.Co

Astaga ! Kulit 13 Warga ini Terbakar Kena Debu Batubara Kideco

TANA GROGOT, BERITAKALTIM.com – Debu panas pertambangan yang terjadi di kawasan pertambangan batubara PT Kideco Jaya Agung Kabupaten Paser, telah membuat keresahan masyarakat sekitar. Ditambah lagi, tidak ada rambu-rambu sebagai tanda bahaya atau larangan melintas di sepanjang jalur transportasi menuju tempat tujuan akhir. Dari data sementara diporoleh beritakaltim.com, tercatat 13 warga jadi korban luka bakar akibat debu panas tambang batubara sehingga perselisihan antara masyarakat dan perusahaan tak dapat dihindari.

Permasalahan ini tidak akan selesai jika terus saling menyalahkan dan hanya membuka forum diskusi. Namun, tidak mudah menepis kesan bahwa penambangan dapat menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan. Terlebih penambangan yang hanya mementingkan laba, tidak menyisihkan dana yang cukup untuk mensejahterakan lingkungannya.

Kejadiannya bermula ketika musim kemarau di bulan September hingga Oktober tuhun lalu, masyarakat di sekitar Desa Lolo, Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur melakukan aktivitas sehari-hari memanen buah kalapa sawit dan mencari ikan. Namun naas, saat melintasi jalan holing tambang batubara di kilometer 12, mereka terjebak dengan debu panas tambang batubara yang menumpuk di sekitar kebun sawit warga.

Rahmad Ariansyah bin Afani (45) warga Desa Kelempang, salah seorang pekerja di PT GLSP, salah satu sub kontraktor PT Kideco Jaya Agung yang menjadi korban menuturkan, Selasa (12/4/2016), bahwa sudah delapan bulan berjalan belum dapat melakukan aktivitas sehari-hari, karena kedua belah tangan dan kaki mengalami luka bakar serius, akibat debu tambang batubara.

 

“Saya bingung bagaimana Saya mencari nafkah dan bekerja lagi untuk menghidupi ketiga anak Saya, sedangkan keperluan keluarga tidak mencukupi lagi, bahkan sepeda motor Saya ditarik dealer karena tidak mampu lagi membayar kreditnya. Sepeda motor Yamaha yang sehari-hari Saya pakai beraktivitas juga ikut terbakar dan hangus saat kejadian itu,” tuturnya lirih.

 

Meski kondisi fisiknya sudah cacat permanen, dua kelingking jari kakinya diamputasi akibat debu panas batubara, dia tetap berharap perusahaan dapat mempekerjakannya lagi demi menghidupi keluarganya, karena sudah mendapatkan surat keterangan dari Puskesmas Kuaro nomor 445/ 0459/PKM ditandatangani Andi Adnan tanggal 13 Februari 2016.

 

“Lemas Saya kalau sudah begini. Inilah bencana lingkungan yang harus kami pikul sejak September 2015 hingga sekarang ini,” katanya memelas.

 

Hal serupa dialami Haji M Saleh Kasmuri (57), masyarakat Desa Lolo, korban yang sama mengungkapkan pada media ini, Selasa (12/4/2016) lalu sekira pukul pukul 15.30 Wita di rumahnya, dia berharap pihak manajemen PT Kideco Jaya Agung memperhatikan dampak lingkungan radius 200 meter dari jalan holing tambang batubara.

 

“Seharusnya beri rambu seperti tanda-tanda yang ditancapkan berupa patok agar masyarakat mengetahui ada bahaya dilarang melintas, sebab bila tidak dibuat tanda demikian bakal ada lagi korban dikemudian hari,” ujarnya.

 

Sebab, kata Kasmuri, debu batubara yang berserakan di lahan kebun masyarakat mengandung zat yang melebihi panasnya api, pohon sawit pun sudah banyak yang mati di sepanjang jalan holing PT Kideco Jaya Agung, bila menginjak tumpukan debu batubara, maka sepatu pun spontan meleleh bahkan sepeda motornya yang ditunggangi saat itu pun ikut meleleh akibat panas debu tersebut.

 

“Seharusnya pihak manajemen perusahaan memberikan bantuan kepada korban secara adil dan seadil-adilnya. Sepertinya pihak perusahaan tidak ada rasa kemanusiaan karena kami korban ini mengalami cacat seumur hidup. Saya sudah jalan delapan bulan ini tidak dapat lagi beraktivitas bekerja seperti biasa untuk mencari kehidupan, hartapun sudah banyak terjual untuk biaya berobat,” keluhnya.

 

Diakui Kasmuri, bantuan dari pihak manajemen perusahaan memang ada, namun tidak sebanding dengan derita yang dialami para korban. “Itupun sekedar memberi begitu saja, setelah itu tidak ada kepedulian lagi. Menanyakan saja tidak ada, apa lagi menjenguk keadaan Saya maupun korban lain sudah tidak pernah ada lagi,” ucap Kasmuri dengan nada kecewa dan kesal.

 

Korban-korban lain semakin hari semakin bertambah berdatangan ke tempat Kasmuri meminta agar dapat dibatu menyelesaikan masalah dengan pihak manajemen PT Kideco Jaya Agung. Ada dugaan masih banyak korban yang belum diketahui.

 

“Kami sudah beberapa kali melakukan mediasi dengan pihak manajemen PT Kideco Jaya Agung, namun tidak membuahkan hasil, adapun santunan yang telah diberikan kepada pihak korban secara bervariasi mulai Rp1.8 juta, Rp2 juta, Rp3 juta, Rp4 juta hingga Rp5 juta dan yang paling besar Rp15 juta. Sedangkan Saya sudah dua kali operasi, dana Saya yang terpakai sudah mencapai Rp78 juta belum lagi operasi selanjutnya entah berapa lagi jumlah pengobatan Saya,” papar Kasmuri.

 

Pengaruh debu terhadap kesehatan manusia sangat berbahaya. Semakin kecil ukuran debu maka akan semakin berbahaya karena luas permukaannya dan aktivitas kimianya bertambah. Sedangkan dari sisi waktu, biasanya dampaknya baru akan terasa pada waktu lama sekitar 5 hingga 20 tahun baru terlihat gejalanya.

 

Hal inilah membuat para korban meradang dan semakin geram. Karenanya mereka sepakat membawa persoalan ini ke jalur hukum dan sudah menyerahkan pengaduan tertulis ke pihak kepolisian dan diterima langsung Kapolres Paser, AKBP Christian Tory Sik, Rabu (13/4/2016) di ruang kerjanya dan akan ditindaklanjuti ke Kasat Reskrim. #kamaruddin

Comments are closed.