BeritaKaltim.Co

Mengukir Prestasi Internasional Sumber

christine_hakimNama lengkapnya Christine Natalia Hakim. Nama yang disandangnya sejak kecil. Nama itu mengundang tanya. Bahkan mungkin saja banyak yang salah duga. Sebab ia lahir dalam keluarga muslim, seorang muslimah dan sudah pula menjadi hajjah. Lalu mengapa ia menyandang nama itu? Nama itu tidak bermakna lain, selain karena ia lahir pada 25 Desember 1956. Persis hari Natal yang oleh rekan-rekan kristiani di zaman modern diperingati sebagai hari lahir Jesus Kristus.

Penampilan artis kondang ini selalu anggun dan tenang. Cara berdandannya bisa mengekspresikan keartisannya, modis dan anggun, tapi secara keseluruhan tidak berlebihan. Ia seorang
perempuan yang memiliki kecantikan alamiah, nyata dan tidak khayali. Beruntunglah pria yang menjadi suaminya.

Pemeran utama dalam film Cut Nyak Din ini sangat teguh dalam komitmennya pada dunia film dan kebudayaan dalam arti luas. Semangat
pahlawan Cut Nyak Din, tampaknya benar-benar terpatri dalam benaknya. Menurut Christine, Cut Nyak Din memiliki nilai gagasan besar dan kuat. Nilai yang berani membuka mata menghadapi musuh dan tradisi yang mempermasalahkan jender dan persolalan hidup lainnya.

Salah duga bisa juga muncul jika orang menoleh masa manis remaja
Christine Hakim dengan Broery Marantika. Masa pacaran dan bahkan mereka sempat merekam satu album musik duet. Tapi tidak banyak yang tahu alasan mereka untuk memilih berpisah. Orang hanya menduga-duga, mungkin saja alasan keteguhan mereka menganut agama masing-masing.

Sejak perpisahan dengan Broery, Christine menjadi lebih serius dalam karir filemnya dan memperoleh beberapa Citra. Juga pergi haji lalu menikah. Ia aktris yang sudah mendunia. Aktris dan produser film ini telah mengukir beberapa prestasi internasional. Antara laian bertugas sebagai anggota Dewan Juri Festival Film Internasional Cannes (FFIC) ke-55 di Prancis, 15-26 Mei 2002 lalu.

Di festifal itu, penerima penghargaan Nikkei Asia Prizes bidang kebudayaan dari koran besar Jepang, Nikkei Shimbun, ini duduk sederet dengan juri lain yakni Sharon Stone si Basic Instinct, serta Michele Yeoh, aktris asal Malaysia yang bermain dalam film James Bond Tomorrow Never Dies. Panel juri diketuai sutradara David Lynch.

Ia menyatakan sangat menghargai kehormatan yang diberikan itu. Sebuah kesempatan besar bagi aktris dan sutradara Indonesia dan Asia Tenggara untuk memantapkan posisi.
perempuan kelahiran Kuala Tungkal, Sumatera ini mengaku, kesempatan langka yang datang kepadanya ini, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. “Saya sudah diberi kesempatan. Ini kan peluang buat Indonesia. Mudah-mudahan ini nanti berkelanjutan. Apakah orang lain di situ yang jadi juri atau film kita ikut di situ. Paling tidak, unregard, syukur-syukur bisa kompetisi,” kata
perempuan pemeran utama film Daun di Atas Bantal ini.

Terpilihnya Christine, pastilah melalui berbagai pertimbangan dan kualifikasi internasional. Track record dan prestasi sebagai juri di festival internasional. Pemberitahuan tentang terpilihnya sebagai anggota juri Festival Film Cannes sangat mendadak. Ia dihubungi pada 9 April dan memutuskannya sehari kemudian (10 April). Waktunya sangat mepet. Sebab, 15 April harus sudah official announce. Mepetnya waktu barangkali untuk menjaga kerahasiaan. Memang, beberapa waktu sebelumnya ia susah dihubungi, saat diundang ke Jepang untuk mendapat penghargaan di bidang kebudayaan, yaitu Nikkei Asia Prizes.

Dalam berbagai kesempatan, terutama kesempatan internasional, ia selalu berusaha melakukan sesuatu yang bermanfaat buat Indonesia. “Kalau seandainya saya present diri saya sendiri, orang juga pasti akan ingin tahu tentang Indonesia. Kan ada kesempatan yang memang harus dimanfaatkan. Artinya, itu kan gathering-nya orang film dunia. Kalau hanya mempresentasikan diri saya tanpa membawa misi lain kan sayang,” tandas aktris yang oleh pihak Jepang pernah dibuatkan Pekan Retrospeksi khusus film
Christine Hakim di Tokyo pada tahun 1995.

Kegiatan Christine sebagai juri di festifal film Cannes itu dipertontonkan melalui tayangan dokumentasi berdurasi empat menit, pada acara pembukaan Festival Sinema Prancis (FSP) 2002 di Graha Bhakti Budaya (GBB), Taman
Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pada Kamis (30/5) sore. Dalam tayangan itu ada komentar aktris Hollywood Sharon Stone yang juga menjadi anggota dewan juri FFIC, serta sutradara AS terkemuka David Lynch yang Ketua Dewan Juri di festival yang sama, mengenai sosok Christine

Kemampuan akting
Christine Hakim sudah diakui sejak ayunan langkah pertamanya di dunia film. Buktinya, lewat film debutnya, Cinta Pertama, yang dimainkan bersama Slamet Rahardjo Djarot, dia langsung menyabet Piala Citra.

Kini, nama Christine pun mengglobal. Bagaimana komentar dan penilaian rekan-rekannya tentang ketokohan Christine? “The best-nya Christine itu karena dia tak pernah berhenti belajar dan tidak cepat puas,” kata Slamet Rahardjo. Itu pula yang membuat sutradara film Marsinah, Cry Justice mengacungkan jempol. “Selain menggali ilmu dari almarhum
Teguh Karya, Christine selalu belajar pada apa pun dan siapa pun. Dia juga selalu membuka pikiran, hati, mata, dan perasaannya. Kadang-kadang juga membuka telinganya,” tambah Cry Justice.

Sebagai sutradara, Slamet menilai, Christine, bintang film Pasir Berbisik, merupakan pekerja yang baik dan profesional. Dia juga dinilai bisa bekerja sama dengan pemain lainnya meskipun itu seorang junior. Di mata juniornya, Dian Sastrowardoyo, pemeran Berlian dalam film Pasir Berbisik, Christine memiliki arti penting. “Dia sudah seperti ibu bagi Dian. Dian juga sering minta ajarin dia. Dan dia cuma bilang, ya udah, yuk kita sama-sama belajar,” ungkap Dian yang juga sukses meraih beberapa penghargaan internasional.

Obsesinya untuk melahirkan
film Indonesia bertaraf internasional tidak pernah padam. Peluang untuk itu sesungguhnya terbuka. Kendati di lain pihak harus diakui sangat sulit. Dihadapkan dengan kondisi sehari-hari yang masih cukup memusingkan untuk bisa survive.

Comments are closed.