BeritaKaltim.Co

Azis Sang Penjaga Mangrove Delta Mahakam

Nama pria itu Azis. Tapi sekarang karena sudah menunaikan ibadah haji, nama dan panggilannya juga berubah menjadi Haji Azis. Dialah sang penjaga Delta Mahakam. Kawasan paling ujung yang menjadi pintu gerbang ketika kapal-kapal memasuki Sungai Mahakam yang panjangnya sekitar 920 Kilometer.

Kulit Azis legam khas nelayan yang tiap hari bertarung panas terik matahari. Walau usianya tak lagi muda, 53 tahun, tapi fisiknya terlihat prima.

Gerakan Azis masih lincah saat menambat perahu motor di dermaga. Dia meloncat-loncat dari perahu satu ke perahu lainnya, seolah tak kuatir tercebur ke laut di kawasan pemukiman nelayan Muara Pantuan, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Desa Muara Pantuan yang menjadi tempat tinggal Azis, termasuk kawasan terluar. Jarak dari Kota Samarinda, ibu kota provinsi Kalimantan Timur, jika ditarik lurus dari peta, sekitar 41,3 kilometer.

Tidak ada angkutan reguler yang bisa mengantarkan ke Muara Pantuan. Cara untuk sampai ke desa itu dengan mencarter perahu motor atau speedboat.

Haji Azis menjadi sosok penting di Delta Mahakam. Sebab inilah salah satu kawasan ’emas’ yang buminya dibor untuk mendapatkan minyak dan gas bumi.

Kawasan itu sudah tersohor ke seluruh dunia sejak 31 Maret 1967. Yaitu sejak pemerintah Indonesia teken kontrak kerja sama (KKS) pengelolaan Blok Mahakam dengan Total E&P Indonesie (TEPI) dan Inpex Corporation.

Total E&P Indonesie adalah perusahaan asing asal Prancis, sedangkan Inpex Corporation perusahaan asing dari Jepang. Untuk bisnis mengeksploitasi minyak dan gas di Blok Mahakam, pemerintah Indonesia memberikan izin durasi panjang, yaitu tahap pertama 30 tahun dan diperpanjang 20 tahun lagi hingga berakhir tahun 2017 silam.

Kawasan wisata mancing di Apartemen Ikan yang dikelola masyarakat Muara Pantuan, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai kartanegara. Foto: Charles / Beritakaltim

Haji Azis tidak memahami tentang ikatan kontrak perusahaan migas dengan pemerintah. Juga ketika pemerintah Indonesia mengambilalih Blok Mahakam dan menyerahkannya untuk dikelola Pertamina.

“Dulu, kami nelayan di sini sulit cari ikan karena banyak rig perusahaan dibangun dan tak boleh didekati,” cerita Azis, suatu hari.

Mengutip dari katadata.co.id, tahun 2022 PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) menargetkan pengeboran terhadap 96 sumur pengembangan dan dua sumur eksplorasi di Blok Mahakam.

Terakhir, awal 2022 lalu, PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), yang menjadi operator Blok Mahakam (sekarang disebut Wilayah Kerja Mahakam) menemukan cadangan minyak dan gas bumi (migas) baru melalui pengeboran sumur eksplorasi Manpatu-1x (MPT-1x).

Jadi, bisa dibayangkan. Bagaimana strategisnya kawasan Delta Mahakam alias Blok Mahakam. Inilah salah satu sumber isi dompet Republik Indonesia yang hitungannya terurai dalam APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).

Singkat cerita, jika Blok Mahakam terganggu, maka otomatis APBN ikut terganggu.

Dan, Azis bersama keluarga serta rekan-rekan yang berada di sana, tidak mengikuti pergelutan tentang ekonomi bangsa. Juga soal gejolak harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Para nelayan Muara Pantuan dan desa lain yang bertetanggaan di sana, tiap hari hanya mencari nafkah dari hasil laut saja.

Nelayan sangat bersedih ketika rig-rig pengebor minyak bertambah banyak. Juga ketika aktifitas angkutan barang dan penumpang kapal meningkat di Delta Mahakam.

Karena areal mencari ikan semakin sempit, baik karena alasan adanya pengeboran migas yang menjadi objek vital nasional maupun alur pelayaran.

Tapi, kesedihan Azis dan kawan-kawan sudah mulai terobati. Yaitu ketika PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) datang tahun 2018 silam. PHM melihat potensi besar kawasan pemukiman nelayan di Delta Mahakam, yang notabene adalah wilayah kerja perusahaan.

“Kami beruntung menemukan Pak Azis dan kawan-kawan,” cerita Frans Alexander Hukom, Head of Communication Relations & CID Pertamina Hulu Mahakam, suatu hari kepada wartawan.

Sebelum ‘bersahabat’ dengan Azis dan nelayan di Muara Pantuan, operator Migas Blok Mahakam sejak masih dikelola perusahaan Prancis Total E&P Indonesie, sering mengalami benturan sosial dengan para nelayan. Sebab dulu, para nelayan sering mencari ikan dekat-dekat dengan lokasi rig yang sedang aktif kerja.

Alasannya, di dekat instalasi pengeboran migas itu banyak ikan berkumpul dan nelayan bisa memperoleh hasil tangkapan yang lumayan banyak.

Akibatnya, pihak keamanan perusahaan mengusir para nelayan yang memang berbahaya dan terlarang berada di kawasan itu. Benturan sosial itu membuat situasi jadi ikut tidak nyaman. Apalagi para nelayan tak segan-segan berdemonstrasi, serta mengadu ke legislatif.

Namun sejak Pertamina Hulu Mahakam jadi operator tahun 2018 lalu, situasi berubah. Bahkan minset ‘lawan’ menjadi ‘kawan’ berkembang untuk saling menguntungkan semuanya.

Pertamina Hulu Mahakam melalui aksi CSR (Corporate Social Responsibility) mengajak para nelayan berunding. Awalnya hanya tentang mengalihkan tempat mencari ikan, mengajak nelayan menghindari mendekat rig perusahaan dan bukan juga di alur pelayaran.

Bersama Azis dan kawan-kawan nelayan konsep itu disepakati. Nelayan dicarikan areal baru untuk mencari ikan, yang tidak mengganggu alur pelayaran dan menjauh dari rig pengeboran migas.

Setelah memilih kawasan laut Selat Makassar yang aman dari gangguan pelayaran dan juga rig, maka dimulailah pembangunan rumpon.

Azis dan kawan-kawan dibantu oleh Pertamina Hulu Mahakam membangun rumpon. Setidaknya ada 40 titik rumpon milik 4 kelompok nelayan sudah terpasang menjadi rumah ikan.

Rumpon dibangun bersama menggunakan besi. Para nelayan menyebutnya dengan pelabelan narasi yang keren; apartemen ikan.

Maksudnya tentu sama saja, rumpon adalah tempatnya ikan-ikan kecil dan besar berkumpul, sehingga nelayan atau pemancing tinggal menangkapnya.

Tekhnik rumpon alias apartemen ikan bukan hal baru sebenarnya bagi nelayan. Hanya saja, Azis dan kawan-kawannya selama ini membangun rumpon menggunakan batang pohon bakau (mangrove). Azis dan para nelayan harus menebang pohon mangrove dalam jumlah besar, sehingga berdampak pada hal lainnya, yakni kerusakan lingkungan.

“Hasil tangkapan ikan kami meningkat sejak ada rumpon apartemen ikan ini,” ujar Azis, bangga.

Tekhnik membangun rumpon diceritakan Azis dengan penuh semangat. Caranya, besi-besi diangkut dari daratan dan dibenamkan di kawasan laut. Lalu pada besi-besi itu akan memicu tumbuhnya plankton. Di laut, plankton adalah sumber makanan bagi ikan kecil maupun besar.

Ikan-ikan besar kemudian berdatangan ke rumpon mencari makanannya. Pada saat itulah para nelayan bisa memanen dengan cara menangkapnya.

Kampung nelayan Muara Pantuan di Kecamatan Anggana, kabupaten Kutai Kartanegara. Foto: Charles Siahaan

***

Ya, awal persahabatan Pertamina Hulu Mahakam dengan Azis dan kawan-kawan dimulai dari soal rumpon. Tapi, kemudian berkembang menjadi konsep yang lebih konfrehensif.

Bersama dengan perangkat desa, dirumuskan cerita-cerita indah tentang sebuah desa nelayan yang ditata indah dan akhirnya menjadi tempat tujuan wisata yang menyenangkan.

Modal dasarnya sudah ada, yaitu perkampungan nelayan. Setidaknya ada dua kampung besar para nelayan di sana, yaitu Muara Pantuan dan Sepatin. Juga PHM yang berkepentingan menjaga Delta Mahakam demi kesinambungan operasional usaha mereka.

Azis dan kawan-kawan bertambah semangat. Bahkan apartemen ikan yang mereka bangun juga bisa ‘dijual’ sebagai objek wisata. Dan tahun 2022 lalu, tepatnya bulan September, digelar lomba mancing pertama kali di kawasan apartemen ikan mereka.

Azis dan kawan-kawan juga mulai menata kembali perkampungan mereka. Terutama soal pohon bakau (mangrove) yang dulunya sering ditebangi karena kayunya dipakai untuk berbagai keperluan mereka.

“Kami sekarang menanam kembali pohon bakau. Karena ternyata ini penting sekali, untuk menjaga kampung kami,” ujar Azis.

Sudah ribuan pohon mangrove mereka tanam. Tujuannya agar tersedia kembali hutan bakau yang menjaga kampung nelayan di sana.

Ya, saat ini. Azis dan kawan-kawan hanya terpikir bagaimana membangun kawasan wisata di perkampungan Delta Mahakam agar banyak didatangi wisatawan. Jika wisatawan berdatangan, tentu akan banyak uang beredar di kampung mereka.

Apalagi sekarang PHM semakin gigih memfasilitasi warga dengan pelatihan-pelatihan. Misalnya emak-emak didorong belajar mengolah hasil alam ikan menjadi makanan cemilan. Termasuk dalam urusan pengemasan (packaging) dan juga pemasaran.

Sedangkan bapak-bapaknya, Azis difasilitasi untuk membuka bengkel perahu. Karena selama ini para nelayan sangat bergantungan dengan perahu, sementara kalau ada kerusakan selalu membawa ke Kota Samarinda yang jaraknya sangat jauh.

“Kami sangat berterima kasih dengan pertamina hulu mahakam. Sudah mengubah kehidupan warga nelayan di sini,” cerita Azis.

***

Kisah Azis dan kawan-kawan didukung aksi Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pertamina Hulu Mahakam di Muara Pantuan, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, adalah sepenggal cerita dari keberhasilan program Nelayanku Hebat yang diluncurkan sejak tahun 2018.

Banyak fasilitas yang diluncurkan PHM untuk mengangkat kehidupan para nelayan. Mulai dari penyediaan alat Global Positioning System (GPS) dan fishfinder, untuk melacak berkumpulnya ikan, hingga pemanfaatan sistim listrik tenaga surya di kampung para nelayan.

Sebagai balasannya, kini Azis dan para nelayan berjuang menjaga lingkungan di kawasan Delta Mahakam yang menjadi wilayah kerja (WK) Mahakam PT Pertamina Hulu Mahakam.

Azis dan kawan-kawan sudah menunjukkan aksi heroik di Delta Mahakam. Dengan menanam kembali hutan bakau alias mangrove, menunjukkan telah lahirnya kesadaran masyarakat nelayan untuk menyelamatkan bumi dari ancaman pemanasan global. #

Reporter: Charles Siahaan

Leave A Reply

Your email address will not be published.