
BERITAKALTIM.CO – Anggota Komisi XII DPR RI, Syafruddin, kembali menyoroti isu besar yang masih dihadapi Indonesia terkait penyediaan listrik di daerah-daerah terpencil.
Menurut Syafruddin, ribuan desa di Indonesia masih belum ter aliri listrik, sebuah masalah besar yang perlu segera diselesaikan.
Hal ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia yang ingin mencapai kemajuan di sektor energi dan infrastruktur.
“Indonesia ini masih kekurangan ribuan desa yang belum ter aliri listrik. Ini masalah besar yang harus kita pikirkan dulu adalah memastikan setiap sudut tanah air kita, termasuk daerah terpencil, sudah bisa menikmati akses listrik yang layak,” ujar Syafruddin saat di temui di kantor DPW PKB Kaltim, usai buka puasa bersama, Selasa (25/3/2025).
Syafruddin juga menyinggung masalah ketergantungan Indonesia pada batu bara sebagai salah satu sumber utama pembangkit listrik.
Dijelaskan Syafruddin bahwa, meskipun Indonesia memiliki potensi besar dalam hal sumber daya alam, masalah distribusi batu bara yang tidak merata menjadi kendala utama dalam mencukupi kebutuhan pasokan listrik.
Sebagai anggota DPR RI yang juga terlibat dalam pembahasan Undang-Undang (UU) Energi, Syafruddin menyatakan bahwa ia bersama rekan-rekannya telah memasukkan pasal penting dalam UU yang berkaitan dengan Domestic Marketing Obligation (DMO) untuk memastikan pasokan energi dalam negeri tidak terganggu.
“Seperti yang teman-teman tahu, selaku anggota DPR RI juga menjadi bagian dari badan panitia kerja perubahan Undang-Undang Energi. Ada satu pasal tegas yang menurut saya sangat penting, yaitu Pasal mengenai Domestic Marketing Obligation (DMO). Apa itu DMO? Itu adalah kewajiban bagi pengusaha-pengusaha batu bara di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan lokal, yaitu 25 persen dari semua produksinya,” ungkap Syafruddin.
Syafruddin menjelaskan bahwa pasal DMO ini dimasukkan sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan pasokan batubara yang sering dihadapi oleh PT PLN (Persero). Kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik PLN setiap tahunnya mencapai 136 juta ton.
Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persen disuplai oleh PT Bukit Asam (PTBA), perusahaan batu bara milik negara yang menjadi salah satu penyedia utama energi bagi Indonesia.
“Seperti yang kita tahu, PLN membutuhkan sekitar 136 juta ton batu bara per tahun untuk mengoperasikan pembangkit listriknya. Dari total kebutuhan tersebut, 60 persen pasokannya berasal dari PT Bukit Asam, yang merupakan perusahaan milik negara. Maka dari itu, kami di DPR RI merasa penting untuk memperkuat pasal DMO ini, sehingga seluruh perusahaan batu bara wajib memenuhi kebutuhan lokal sebesar 25 persen dari total produksinya,” jelas Syafruddin.
Kebijakan DMO, menurut Syafruddin, menjadi sangat krusial untuk menjamin kelangsungan pasokan batu bara ke PLN agar tidak terjadi kekurangan energi yang berpotensi mengganggu distribusi listrik ke masyarakat.
Tanpa pasokan yang cukup, masalah pemadaman listrik dan ketidakstabilan pasokan energi akan terus berlanjut, menghambat perkembangan ekonomi, dan bahkan meningkatkan ketimpangan energi antara daerah yang sudah ter aliri listrik dengan yang belum.
“Karena itu, dengan memasukkan DMO dalam kebijakan nasional, kita akan mengawasi dan memastikan bahwa setiap perusahaan batu bara memenuhi kewajiban untuk mendistribusikan 25 persen dari produksinya ke PLN. Tujuannya adalah agar PLN tidak lagi mengalami kekurangan stok batu bara, dan dengan demikian, ketahanan energi kita dapat terjamin,” tambah Syafruddin.
Sebagai anggota Komisi XII yang membidangi energi, Syafruddin mengungkapkan bahwa pengawasan terhadap implementasi kebijakan ini akan menjadi fokus utama DPR RI ke depan.
Dengan melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk perusahaan batu bara dan PLN, Syafruddin berharap pasokan batu bara dapat lebih merata dan energi bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.
“Ini adalah langkah penting agar tidak ada lagi daerah yang kekurangan listrik, dan pasokan energi kita tetap terjaga dengan baik. Kami akan terus mengawal kebijakan ini, bekerja sama dengan pemerintah dan semua stakeholder untuk memastikan Indonesia memiliki sistem ketenagalistrikan yang berkelanjutan,” tegas Syafruddin.#
Reporter : Yani | Editor : Hoesin KH
Comments are closed.