BERITAKALTIM.CO – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengambil langkah tegas terhadap aktivitas tambang galian C ilegal yang merusak lingkungan dan menjadi penyebab banjir di wilayah Kelurahan Kanaan, Bontang Barat, Kota Bontang.
Melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pemprov Kaltim resmi melakukan penyegelan area tambang ilegal yang merambah hingga kawasan hutan lindung.
Langkah ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari keluhan masyarakat yang terdampak banjir serta permintaan langsung dari Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, agar pemerintah provinsi turun tangan menangani aktivitas pertambangan tanpa izin tersebut.
“Bukaan tambang yang dilakukan secara serampangan tanpa izin ini tidak melalui studi kelayakan maupun Amdal (Analisis Dampak Lingkungan). Hal ini telah merusak lingkungan dan menyebabkan kerugian bagi masyarakat sekitar,” ujar Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, di Pendopo Odah Etam, Sabtu (12/4/2025).
Bambang membeberkan bahwa aktivitas ilegal tersebut telah membuka lahan hingga 37 hektare di kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan ruang penyangga.
Lebih memprihatinkan lagi, 3 hektare di antaranya telah merambah ke kawasan hutan lindung, yang menurut peraturan perundangan tidak boleh disentuh oleh aktivitas tambang apa pun.
“Penambangan ini sudah melanggar tata ruang. Wilayah RTH dan hutan lindung merupakan zona perlindungan ekologis yang tidak boleh dijadikan area kegiatan ekstraktif seperti tambang,” tegasnya.
Menanggapi kondisi darurat ini, Dinas ESDM Kaltim bergerak cepat bersama Polres Bontang dan Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim untuk menyegel lokasi tambang ilegal.
Lokasi tersebut telah diberi garis polisi (police line) serta plang peringatan sebagai penanda bahwa area tersebut tidak boleh digunakan untuk aktivitas tambang.
“Kasus ini sudah ditangani pihak kepolisian. Kami sudah lakukan penyegelan dan pemasangan tanda batas agar tidak ada yang kembali melakukan aktivitas ilegal di sana,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, dampak lingkungan dari aktivitas ilegal ini sudah sangat nyata. Selain menyebabkan kerusakan ekosistem, juga mengakibatkan banjir dan longsor, yang bahkan telah menimbulkan kerugian material bagi warga.
“Sudah ada tiga rumah warga yang rusak akibat longsor. Ini konsekuensi nyata dari aktivitas tambang ilegal di ruang penyangga. Air hujan tidak terserap karena vegetasi hilang, akhirnya meluncur ke bawah dan memicu bencana,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan bahwa aktivitas penambangan dilakukan oleh warga lokal yang menggali di lahan milik pribadi. Namun permasalahannya, lahan tersebut berada dalam zona larangan berdasarkan tata ruang wilayah, yakni di RTH dan hutan lindung.
“Memang ini tambang rakyat, mereka gali di tanah sendiri. Tapi tetap tidak dibenarkan karena lokasi itu masuk dalam zona penyangga dan RTH yang secara hukum tidak boleh ada tambang,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Kaltim menegaskan bahwa akan terus melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas pertambangan rakyat maupun skala besar. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijadikan dasar hukum untuk menindak segala bentuk pelanggaran.
“Kami tidak melarang masyarakat mencari nafkah, tapi harus sesuai aturan. Jangan sampai merusak alam dan menyusahkan warga lain. Lingkungan harus dijaga, karena dampaknya jangka panjang,” pungkasnya. #
Reporter : Yani | Editor : Wong
Comments are closed.