BeritaKaltim.Co

Pemuda Pancasila Mencari Wajah Baru: Dari Stigma Jalanan ke Arena Tenis Meja

BERITAKALTIM.CO – Di lapangan tembak Perbakin, di Jalan Siradj Salman, Samarinda Ulu, Jumat malam itu (14 November 2025), dentingan bola pingpong memantul nyaring dari meja-meja yang disusun rapat. Suara riuh para penonton bercampur dengan teriakan penyemangat peserta. Di tengah hiruk pikuk itu, sebuah organisasi yang dulu akrab dengan stigma kekerasan tengah mencoba mengenalkan wajah barunya.

Pemuda Pancasila Kalimantan Timur merayakan ulang tahunnya yang ke-66 sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-97 dengan sebuah turnamen tenis meja yang diikuti sekitar 150 peserta dari 16 klub.

Turnamen ini mungkin tampak sederhana. Tetapi bagi Pemuda Pancasila (PP), inilah panggung untuk menunjukkan perubahan.

Di Hadapan Wakil Wali Kota, PP Mencoba Mengganti Cerita Lama

Wakil Wali Kota Samarinda, Saefuddin Zuhri, hadir membuka acara. Ia menyampaikan ucapan selamat dan apresiasi kepada PP yang dinilainya mulai bergerak melalui kegiatan positif.

“Olahraga menyatukan kita semua,” katanya sambil tersenyum.

Dalam sesi awal turnamen, Saefuddin bahkan turun ke arena, bermain ganda dengan Wakil Ketua PP Kaltim, Agus Suwandy. Sebuah gestur ringan, tapi penting, untuk menggambarkan bahwa jarak antara pemerintah dan PP kini semakin dekat.

Organisasi Lama, Paradigma Baru

Wakil Wali Kota Samarinda Saefuddin Zuhri, saat membuka pertandingan Tenis Meja dalam rangka merayakan HUT Pemuda Pancasila ke-66 di Gedung Perbakin Jalan Siraj Salman, Samarinda, Jumat (14/11/2025). (HO-KOTI Pemuda Pancasila)

 

Agus Suwandy menjadi figur yang paling keras menyuarakan perubahan arah gerak PP. Ia tahu betul stigma yang selama bertahun-tahun membayangi organisasi itu.

“PP bukan lagi organisasi yang mengandalkan otot,” ujarnya kepada Wartawan Beritakaltim. “Zaman menuntut kita berubah. Kita harus ikut peradaban, menjadi mitra strategis pemerintah.”

Sikap itu bukan basa-basi. Ia menjelaskan bahwa anggota PP saat ini banyak bekerja di eksekutif, legislatif, hingga profesi profesional.
Arah dari pusat juga tegas: jika tidak bisa membantu, setidaknya jangan mengganggu.

Kalimat terakhir itu seperti menutup sebuah bab lama yang selama ini menghantui citra PP.

Pingpong sebagai Simbol Perubahan

Turnamen ini tidak digelar kecil-kecilan. Menurut Sahabudin, Komandan KOTI Mahatidana PP Kaltim sekaligus Ketua Panitia, terdapat lebih dari 900 penghobi tenis meja di Samarinda, meski hanya 150 yang dibatasi untuk berlaga kali ini.

“Tenis meja bukan hanya soal fisik, tapi juga strategi dan kemampuan berpikir,” kata Sahabudin.

Ia menambahkan, tiap turnamen yang ia gelar bisa menarik hingga 500 orang peserta. Antusiasme itu menunjukkan besarnya komunitas pingpong kota ini.

Di hadapan fakta tersebut, Sahabudin membawa tuntutan baru: Samarinda butuh gedung khusus tenis meja.

Daerah lain sudah punya. Kukar, Balikpapan, Paser—semua memiliki ruang khusus untuk para penghobi olahraga cepat ini.

“Tinggal Samarinda yang belum,” ucapnya.

Tak Lagi Garang, Kini Lebih Sosial

Bersama Wakil Wali Kota Samarinda. (HO-KOTI Pemuda Pancasila)

Turnamen tenis meja ini hanyalah satu rangkaian dari banyak kegiatan PP Kaltim selama peringatan HUT ke-66. Ada kerja bakti dan ziarah, donor darah, hingga santunan anak yatim.

Di Taman Makam Pahlawan, mereka menggelar ziarah dan upacara yang dipimpin Wakil Gubernur Kaltim. Sementara pembukaan olahraga domino dilakukan langsung oleh Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud.

PP sedang berupaya keras membangun narasi baru—bahwa mereka hadir bukan untuk membuat takut, melainkan untuk memberi manfaat.

Mencari Identitas Baru

Waktu akan membuktikan apakah transformasi ini benar-benar mengakar. Namun, setidaknya di lapangan pingpong Perbakin, organisasi berusia 66 tahun itu sedang menulis ulang citranya sendiri.

Tak lagi dengan otot dan intimidasi, tetapi dengan raket, bola pingpong, dan suara tawa para peserta.

Pada akhirnya, mungkin inilah cara Pemuda Pancasila menunjukkan bahwa mereka bisa berubah: pelan, namun pasti—dari jalanan menuju arena olahraga.

Jejak Sejarah: Dari 1959 Hingga Menjadi Ormas Besar

Pemuda Pancasila bukan organisasi baru. Ia lahir pada 28 Oktober 1959, diprakarsai oleh Jenderal Abdul Haris Nasution dan dinaungi oleh Partai IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia)—wadah politik yang mewakili kelompok perwira TNI Angkatan Darat.

Awalnya PP dibentuk sebagai organisasi kepemudaan anti-komunisme pada masa Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965–1966, kelompok-kelompok Pemuda Pancasila di sejumlah daerah tercatat terlibat secara aktif dalam arus politik anti-PKI. Memasuki era Orde Baru, organisasi ini berkembang pesat dan menjadi salah satu kekuatan sosial-politik yang dekat dengan kekuasaan.

Setelah reformasi 1998, Pemuda Pancasila mulai menata ulang struktur dan citranya. Organisasi ini bergerak menuju bentuk ormas modern, dengan fokus pada kegiatan sosial, kebudayaan, olahraga, dan pemberdayaan masyarakat.

Kini, Pemuda Pancasila memiliki jaringan besar dari tingkat pusat hingga desa, dan menjadi salah satu organisasi kepemudaan paling tua yang masih bertahan.

CHARLES SIAHAAN

Comments are closed.