BERITAKALTIM.CO — Konflik dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akhirnya berakhir. Dua kubu yang sempat berseteru—kubu Muhamad Mardiono dan kubu Agus Suparmanto—sepakat berdamai dan melakukan islah politik, mengakhiri ketegangan yang sempat memanas usai Muktamar X PPP.
Kesepakatan damai itu menghasilkan susunan kepengurusan baru dengan Muhamad Mardiono ditetapkan sebagai Ketua Umum PPP, sementara Agus Suparmanto menempati posisi Wakil Ketua Umum. Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Hukum yang ditandatangani langsung oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Senin (6/10/2025) di Jakarta.
“Hari ini, saya mengeluarkan surat keputusan Menteri Hukum yang baru di mana Pak Haji Muhamad Mardiono tetap menjadi Ketua Umum PPP. Kemudian, Pak Agus menjadi Wakil Ketua Umum,” ujar Supratman.
Selain dua nama tersebut, struktur kepengurusan PPP yang baru juga mencakup Taj Yasin Maimoen sebagai Sekretaris Jenderal dan Imam Fauzan Amir Uskara sebagai Bendahara Umum.
Supratman berharap, dengan diterbitkannya SK ini, suasana internal PPP kembali kondusif dan sejuk setelah berbulan-bulan diwarnai gesekan politik. Ia juga mendorong partai segera menyusun musyawarah kerja nasional (Mukernas) untuk memperkuat soliditas organisasi.
Kronologi Dualisme: Dua Muktamar, Dua Ketua Umum
Perseteruan di tubuh PPP bermula dari Muktamar X yang digelar di Jakarta pada 27–28 September 2025. Pada Sabtu, 27 September, pimpinan sidang muktamar, Amir Uskara, mengumumkan Mardiono terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum periode 2025–2030.
Amir menyebut, Mardiono didukung 80 persen pemilik suara, meski saat itu laporan pertanggungjawaban belum dibacakan. Keputusan tersebut memicu protes dari sebagian peserta muktamar yang menilai proses aklamasi tidak transparan.
Sehari kemudian, pada Minggu, 28 September, muncul klaim tandingan dari kubu Agus Suparmanto. Dalam forum Muktamar X yang digelar di Hotel Mercure, Ancol, Agus juga dinyatakan terpilih secara aklamasi oleh mayoritas peserta.
Ketua Sidang Paripurna VIII, Qoyum Abdul Jabbar, menyebut aklamasi tersebut merupakan “kehendak muktamar dan aspirasi peserta”. Ia bahkan menyesalkan klaim sepihak dari kubu Mardiono.
“Masa argumentasi aklamasi hanya dengan absen, ya tidak bisa seperti itu. Sidang tetap berjalan, peserta muktamirin sukacita, ini fakta yang berbicara,” tegas Qoyum dalam pernyataan tertulisnya.
Pasca muktamar, kedua kubu sama-sama mendaftarkan kepengurusan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Pada 1 Oktober 2025, Supratman lebih dulu mengesahkan kepengurusan kubu Mardiono setelah tidak menerima keberatan hingga batas waktu pukul 10.00 WIB.
Namun, pada sore hari pukul 15.00 WIB, kubu Agus juga mengajukan pendaftaran kepengurusan. Situasi ini menciptakan kebuntuan hukum dan potensi dualisme yang lebih tajam.
Melihat kondisi tersebut, Menteri Supratman Andi Agtas mengambil inisiatif memfasilitasi islah dan mediasi langsung pada 6 Oktober 2025, yang akhirnya berujung pada kesepakatan damai kedua belah pihak.
Dengan tercapainya kesepakatan islah ini, PPP resmi memiliki satu kepengurusan sah. Pemerintah berharap partai berlambang Ka’bah itu bisa segera fokus pada konsolidasi internal dan persiapan agenda politik ke depan, terutama menghadapi Pilkada Serentak dan pemilihan legislatif berikutnya.
“Kami harap PPP bisa kembali fokus memperjuangkan aspirasi umat dan menjaga soliditas partai,” ujar Supratman.
Islah ini menjadi babak baru bagi PPP setelah sempat terbelah menjadi dua kubu pasca Muktamar X, sekaligus mengakhiri drama politik internal yang menyita perhatian publik selama sepekan terakhir.
Reporter: wong
Comments are closed.