BeritaKaltim.Co

Pengalihan Pengelolaan SMAN/SMKN Bisa Menimbulkan Banyak Masalah

samarinda-harimurit-webSAMARINDA, BERITAKATIM.Com- Pengalihan kewenangan pengelolaan SMAN/SMKN dari pemerintah kabupaten/kota mulai tahun 2017 bisa menimbulkan banyak masalah. Semua masalah itu harus diantisipasi secara cermat oleh Pemprov Kaltim mulai dari sekarang.

Masalah yang nyata adalah soal tunjangan ribuan guru dan pengawas sekolah, masalah guru honorer, dan institusi yang akan melayani di 10 kabupaten/kota se-Kaltim yang hingga saat ini belum disiapkan.

“Persoalan yang krusial mungkin pada aspek hak-hak guru berupa tunjangan sebab, guru SMAN/SMKN selama ini mendapat tunjangan dalam jumlah cukup besar dari Pemkab/Pemkot masing-masing,” kata Ketua Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Samarinda, Harimurti ws.

Menurutnya, tunjangan yang diterima guru dan pengawas sekolah di 10 kabupaten/kota di Kaltim, berbeda-beda, ada juga yang menerima sampai Rp4 juta/bulan kalau mengajar di wilayah terpencil dan perbatasan, atau wilayah terluar. “Hingga kini belum ada penjelasan dari Pemprov Kaltim soal tunjangan tersebut apakah juga diberikan nanti dalam jumlah yang sama,” katanya.

Pemerintah memang punya kewenangan memaksa semua guru yang ada harus jadi pegawai Pemprov, tapi guru juga punya pilihan untuk menolak kalau merasa penghasilannya akan berkurang apabila menjadi pegawai Pemprov.
Misalnya, guru-guru itu tetap bertahan jadi pegawai kabupaten/kota dan mutasi jadi guru SMPN yang masih dikelola Pemkab/Pemkot. Apalagi di banyak daerah memang masih kekurangan guru SMPN. Kalau itu yang terjadi, maka guru SMAN/SMKN akan berkurang jumlahnya.
Persoalan lain yang harus dipikirkan Pemprov Kaltim adalah status guru honorer yang selama ini ada di SMAN/SMKN, apakah diakomodir dan menjadi guru honorer Pemprov Kaltim. Jumlah guru honorer itu juga banyak. “Kita tidak ingin terjadi kesemrawutan nantinya, jadi lebih baik dibahas terbuka dari sekarang,” kata Harimurti.
Kemudian, untuk melayani keperluan pendidikan SMAN/SMKN se-Kaltim, Pemprov Kaltim juga harus membentuk UPT Dinas Pendidikan Kaltim di 10 kabupaten/kota dan mengisi dengan personil. Lembaga baru itu nanti, tentu pada tahun 2017 sudah operasional. “Kita belum tahu, darimana pegawainya nanti agar ada yang melayani guru dan sekolah,” tambahnya.
Harimurti yang mantan Kadis Pendidikan Kota Samarinda dan guru juga, pengalihan wewenang mengelola SMAN/SMKN dari kabupaten/kota ke provinsi, sesuai UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebetulnya alasannya tak begitu jelas. Tapi karena sudah menjadi keputusan politik, mau tidak mau dilaksanakan.
Persoalan dalam jangka panjang yang mungkin timbul adalah tak ditemukannya kompromi dalam penunjukan kepala sekolah SMAN/SMKN. Bisa saja bupati atau wali kota ingin si A, tapi Pemprov Kaltim, atau Dinas Pendidikan Kaltim, maunya si B. “Bupati atau wali kota ingin si A bisa saja mengajukan banyak argumentasi atas nama otonomi daerah,” kata Harimurti. “Semua orang sudah tahu, semua kepala daerah ingin semua guru, termasuk kepala sekolah berada di bawah pengaruhnya untuk kepentingan politik. Itu tak bisa dipungkiri,” sambungnya.
Ia melihat sebetulnya kabupaten/kota dengan pengalamannya selama 16 tahun mengelola sekolah, tak ada masalah mengelola SMAN/SMKN. Kalau ada kekuarangan, Pemprov cukup memberikan bantuan teknis dan subsidi.#into

Comments are closed.