TANJUNG SELOR, BERITAKALTIM.COM – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Irianto Lambrie, Rabu (17/2/2016) pagi melantik dua kepala daerah yakni Bupati dan Wakil Bupati Bulungan serta Bupati dan Wakil Bupati Tana Tidung. Proses pelantikan berlangsung pada pukul 10.00 waktu setemat di Gedung Wanita Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan.
Ironisnya, upacara seremoni pelantikan dua kepala daerah ini, justru dilarang untuk diliput oleh wartawan. Larangan bagi pelaku media massa untuk melakukan peliputan ini, terang saja mengundang reaksi dari kalangan wartawan yang sengaja datang ke lokasi tersebut untuk melakukan peliputan.
Tapi apa yang terjadi. Sesampai di lokasi tempat pelantikan dua bupati dan wakil bupati ini, puluhan wartawan ini bukannya mendapat sambutan dengan baik. Sebaliknya, oleh pihak protokol yang bertugas menjaga pintu masuk gedung, tidak membolehkan awak media masuk untuk meliput.
Lantaran tidak diijinkan meliput, para waratawan dari berbagai media inipun akhirnya memilih gantung kamera, id card di tiang bendera depan gedung jalannya acara pelantikan. Tidak hanya itu, mereka juga sepakat untuk memboikot segala pemberitaan tentang pelantikan dua bupati dan wakil bupati ini.
Agus, wartawan Berita Satu TV yang datang ke lokasi pelantikan untuk melakukan tugas jurnalistik menyayangkan atas sikap panitia pelantikan maupun protokol yang telah melarang pekerja media melakukan peliputan. Aksi yang dipertontonkan itu, menunjukkan aksi premanisme terhadap wartawan.
“Teman-teman wartawan ini tidak terima terhadap sikap panitia maupun protokol yang dengan sengaja menghalang-halangi tugas jurnalistik dalam melakukan peliputan. Apala acara ini terbuka untuk umum. Dan ini kepentingan rakyat,” katanya kepada media ini, Rabu (17/2/2016).
Sekretaris DPD Jaringan Jurnalis Indonesia Provinsi Kaltara, Muh Islami berpendapat terkait tidak diijinkannya wartawan melakukan peliputan pelantikan kepala daerah yang berlangsung secara terbuka adalah bukti bahwa era keterbukaan dewasa ini masih ada pejabat publik atau pegawai pemerintahan yang tidak paham atas tugas jurnalistik. Dan ini bagian dalam menciderai demokrasi Pers Nasional.
Seperti diketahui lanjut Muh Islami, kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur penting dalam menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Karenanya, kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus terjamin.
“Arti terjamin, diantaranya diberi rasa aman dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas kejurnalistikan. Bukan dihalang-halangi,” katanya.
Selain itu, yang perlu dipahami semua pihak bahwa Kaltara ini provinsi baru. Sebagai daerah baru, pemerintah daerah suka tidak suka atau mau tidak mau pasti butuh keberadaan media untuk membantu melakukan promosi agar masyarakat luar Kaltara, mengenal daerah ini.
Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali membangun kemitraan dengan wartawan. Bukan sebaliknya, justru bersebelahan.
Ia juga mengungkapkan bahwa Pers nasional adalah wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini sehingga harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan perannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan Pers yang profesional.
Sementara itu, Gubernur Kaltara, Irianto Lambrie pada kesempatan ini menyampaikan permohonan maafnya kepada wartawan atas tidak nyamanan ini lantaran pihak protocol maupun panitia tidak membolehkan masuk melakukan peliputan pelantikan dua kepala daerah.
“Saya minta maaf karena keterbatasan ruangan, sehingga rekan-rekan wartawan tidak diijinkan meliput upacara pelantikan ini,” ucap Irianto. #Nay
Comments are closed.