SAMARINDA, beritakaltim.co- Mega proyek nasional pembangunan jaringan pipa gas trans Kalimantan (Kalimantan Timur – Kalimantan Selatan – Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah) ditolak Gubernur Awang Faroek Ishak.
Dalam sebuah focus group discussion (FGD) membahas rencana pembangunan pipa gas Kaltim-Kalsel di Pendopo Lamin Etam, Senin (10/9/2018), Gubernur kembali menegaskan penolakannya terhadap rencana pembangunan jaringan pipa gas dari Bontang ke Takisung, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Tak hanya gubernur yang menolak, karena dalam FGD itu juga dihadiri para kepala daerah penghasil maupun terlintasi jaringan pipa, khususnya lima kabupaten dan kota yang terkena jalur pembangunan pipa. Diantaranya, Walikota Bontang Hj Neni Moerneaini dan Bupati Paser H Yusriansyah Syarkawie.
FGD juga dihadiri Ketua Komisi II DPRD Kaltim Edi Kurniawan dan Anggota DPRD Kaltim Hj Siti Komariah dan Semkarta.
Gubernur Kaltim berargumen, pembangunan jaringan pipa gas berarti harus menyalurkan kekayaan sumber daya alam Kaltim untuk usaha di luar bumi Benua Etam. Padahal lanjutnya, Kaltim masih sangat memerlukan pasokan gas untuk kebutuhan masyarakat terlebih industri dan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).
“Saya bersama rakyat jelas menolak. Juga, bupati dan walikota. Sebab, gas masih diperlukan untuk kegiatan industri, PLTG dan masyarakat,” katanya. Untuk saat ini saja ujarnya, produksi gas Kaltim belum bisa memenuhi kebutuhan industri dan PLTG juga masyarakat.
Menurut Awang tidak cukup alasan mengapa gas Kaltim harus dibawa keluar Kaltim terlebih menggunakan pipa, yang pasti sulit mengontrolnya, sehingga pasti mempercepat habisnya SDA yang tidak dapat diperbarui.
Kata Gubernur, bukan hanya Kaltim yang membutuhkan gas yang masih terkandung di perut bumi Pulau Borneo. Tapi juga Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat maupun Kalimantan Tengah.
“Semua daerah di Kalimantan ini masih memerlukan gas. mengapa harus dikirim ke Jawa pakai pipa lagi. Kami mendukung kedaulatan energi NKRI tapi penuhi dulu kebutuhan daerah penghasil,” tegasnya.
Awang menambahkan dirinya tidak ingin habisnya gas Lhokseumawe dan Arun di Aceh terjadi di Kaltim yang akhirnya masyarakat dan daerah tidak mendapatkan apa-apa. Focus group discussion diakhiri dengan penandatanganan kesepakatan bersama penolakan terhadap rencana pembangunan pipa gas Kaltim-Kalsel.
FGD dihadiri jajaran FKPD dan Anggota DPRD Kaltim, Asisten, Staf/Tenaga Ahli Gubernur, pimpinan OPD lingkup Pemprov Kaltim, instansi vertikal/kementerian/lembaga, BUMN/BUMD, ormas dan LSM serta pimpinan media massa.
Proyek jaringan pipa gas yang ditolak Awang Faroek adalah mega proyek yang sedang dikerjakan perusahaan PT Bakrie & Brothers. Sejak tahun 2017 lalu sampai 10 tahun ke depan, pembangunan jaringan pipa gas trans Kalimantan sudah terhubung keseluruhan.
Selain proyek pipa di trans Kalimantan, pemerintah pusat juga sudah melelang pekerjaan proyek pipa gas yang menghubungkan sumber gas di wilayah Sumatera dengan Pulau Kalimantan sepanjang 1.897 km.
Keterangan yang diterima beritakaltim menyebutkan, dari total panjang pipa yang dilelang akan dibagi menjadi tiga ruas, yakni ruas pipa Natuna-Kalimantan Barat sepanjang 687 km, pipa Kalimantan Barat-Kalimantan Tengah sepanjang 1.018 km dan terakhir ruas pipa dari Kalimantan Tengah-Kalimantan Selatan sepanjang 192 km.
Total investasi ketiga proyek tersebut diperkirakan mencapai US$ 1,25 miliar. Dengan rincian pipa dari Natuna-Kalbar US$ 595 juta, pipa Kalbar-Kalteng US$ 516,14 juta serta pipa Kalteng-Kalsel US$ 97,34 juta.
Proyek nasional tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 2700 K/11/MEM/2012 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) Tahun 2012-2025. Kepmen tersebut bersumber dari amanah Undang-Undang Migas.
Pembangunan ruas pipa tersebut diyakini akan mendorong perkembangan ekonomi dan industri di Kalimantan. Apalagi saat ini ada beberapa pembangkit listrik bertenaga gas yang beroperasi di Kalimantan dan memerlukan pasokan gas cukup besar.
Diantaranyanya Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Kalbar 100 Megawatt (MW), PLTG Kalsel 200 MW, termasuk juga kawasan industri Ketapang. Dengan adanya fasilitas pipa maka tentu bisa membantu menekan harga gas yang dibutuhkan untuk pembangkit.
Sumber gas bukan hanya berasal dari sumur gas di Kaltim, tapi juga terkoneksi dengan sumur penghasil gas di Natuna Sumatera. Dengan terbangunnya pipa Natuna ke Kalimantan, pemerintah tidak perlu lagi khawatir tentang pasokan energi jika rencana besar untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan akan direalisasikan.
Pekerjaan di Kaltim sejak 2017 lalu, didahului dengan membangun 50 kilometer pipa induk di Kutai Kartanegara. Rencananya selama 10 tahun pembangunan selesai dan sudah terintegrasi. Tidak hanya di Kalimantan, pemerintah telah merancang agar seluruh infrastuktur aliran gas di Indonesia juga terintegrasi.
Kaltim termasuk daerah penghasil gas terbesar di Indonesia dan harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Kebetulan pula di provinsi itu sudah memiliki pipa induk dari kontrak KKKS di lapangan gas Peciko yang berada di Kecamatan Handil, Kutai Kartanegara.
Pipa itu mengarah ke Utara Kaltim. Karenanya tahun ini pemerintah akan membangun pipa induk lain yang mengarah ke Selatan. Pipa induk baru ini nantinya diharapkan bisa mengalirkan gas bagi warga Samarinda, Balikpapan hingga Penajam Paser Utara.
Untuk di Selatan diproyeksikan menghidupkan industri hingga ke Penajam. Gas dinilai sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan ketimbang minyak. Gas juga dianggap lebih bersih dan harganya pun lebih murah 11 persen dari minyak murni.
Dengan terhubungnya semua pipa gas nanti, pemanfaatan gas akan meningkatkan perekonomian daerah, mendukung kawasan industri, bisa dimanfaatkan pembangkit listrik, rumah tangga, hingga transportasi. Untuk seluruh Indonesia itu perlu sebesar 48 miliar dollar AS. #le/hms
Comments are closed.