BERITAKALTIM.CO- Kasus pidana pasangan suami-istri Rini Mafriani dan Muhammad Fachrurrozi masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda. Keduanya didakwa melakukan penggelapan sertifkat tanah milik Agung Wibowo. Uniknya, meski sudah sampai sidang saksi-saksi, bukti sertifikat tanah yang asli tak kunjung dihadirkan.
Dalam sidang lanjutan Selasa (19/3/2024), Jaksa Penuntut Umum (JPU) memanggil seorang Notaris, Adhie Musjahrani Suwastia Swastya Putra. Dia dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan tersebut.
“Saya berada di sini atas izin majelis kehormatan,” kata Adhie saat memberikan kesaksian di depan hakim.
Adhie menjelaskan bahwa tidak ada hubungan langsung antara dirinya dengan kedua terdakwa. Namun dia mengakui pernah diminta untuk membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh Rini Mafriani yang kini menjadi terdakwa. Ketika itu, Rini datang bersama beberapa orang, termasuk Ali Machfud, Endang Sulasih, dan ahli waris Agung Wibowo.
“Mereka semua hadir saat itu, dan saya masih memiliki bukti fotonya,” ungkap Adhie dipersidangan.
Adhie mengungkapkan, mengenai sertifikat tanah yang menjadi pusat perselisihan kedua belah pihak, diketahuinya telah digadaikan oleh Rini Mafriani dan Muhammad Fachrurrozi dengan nilai transaksi Rp 250 juta kepada pihak ketiga dari Jakarta. Dan uang tersebut digunakan Rini untuk bisnis plywood.
Menanggapi situasi ini, Saud Marisi Purba yang menjadi kuasa hukum korban Agung Wibowo, menuntut majelis hakim agar memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU menghadirkan para pihak di mana Rini menggadaikan sertfikat tanahnya. Dengan demikian, dihadirkan juga sertifikat asli yang kini disebut-sebut sudah di tangan pihak ketiga atau orang dari Jakarta itu.
“Kami memohon kepada hakim untuk memerintahkan kepada jaksa penuntut umum menghadirkan pihak ketiga yang menerima dan memberikan uang gadai sertifikat itu. Termasuk juga menghadirkan sertifikat aslinya,” kata Saud Marisi Purba.
Sepanjang perjalanan persidangan itu, kata Saud, pihaknya belum melihat adanya barang bukti sertifikat asli di raung pengadilan. Yang dihadirkan justru hanya fotokopi sertifikat tanah yang jelas-jelas tidak bisa dianggap sah secara hukum.
“Kami mempertanyakan keabsahan hukum dari fotokopi sertifikat ini,” tegas Purba.
Karena ketiadaan sertifkat asli itu, Saud melanjutkan, kliennya sangat dirugikan. Karena tidak bisa mendapatkan nilai ekonomi dari lahan tersebut. Padahal nilai lahan tanah yang terletak di kawasan Tenggarong Seberang itu harganya berkisar Rp45 Miliar.
“Klien kami, Agung Wibowo, mengalami kerugian besar karena tidak bisa menggunakan sertifikat untuk keperluan ekonomi.” tambahnya. #
Reporter: Sandi | Editor: Wong