BERITAKALTIM.CO – Dengan semakin dekatnya pelaksanaan Pilkada Serentak pada 27 November 2024, perhatian publik di Kalimantan Timur mulai tertuju pada fenomena yang kerap memicu perdebatan dalam dunia politik, yakni skema kolom kosong.
Skema Kolom Kosong yang disebut pula ‘Kotak Kosong’ atau Kokos ini memungkinkan masyarakat untuk tidak memilih pasangan calon yang ada, tetapi memilih kolom kosong sebagai bentuk ekspresi ketidaksetujuan. Fenomena ini menjadi bahan perbincangan hangat, terlebih dengan mencuatnya isu pemilihan kepala daerah di provinsi Kaltim yang kemungkinan hanya memiliki satu pasangan calon.
Abdul Qoyyim Rasyid, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Timur, memberikan pandangan terkait skema kolom kosong yang mencuat di tengah persiapan Pilkada 2024. Ia menegaskan bahwa bagi KPU, yang paling utama adalah kelancaran pelaksanaan setiap tahapan pemilu.
“Yang jelas bagi kami adalah terselenggaranya semua tahapan. Bahwa kemudian ada salah satu calon, dua calon, atau tiga calon, masing-masing nanti ada mekanismenya,” ungkapnya, Kamis, (8/8/2024).
Meskipun Peraturan KPU (PKPU) mengenai debat publik belum diterbitkan, Abdul Qoyyim menjelaskan bahwa jika merujuk pada PKPU 2020, pasangan tunggal tetap diwajibkan untuk menyampaikan visi dan misi mereka. Namun, formatnya bukan debat, melainkan lebih pada sesi penyampaian visi misi yang diatur KPU.
“Penyampaian visi misi tetap akan dilakukan. Itu tinggal nanti metode sosialisasi kita yang atur. Mungkin nanti teman-teman di KPU yang punya gawe itu,” tambahnya.
Abdul Qoyyim juga menyoroti pentingnya partisipasi pemilih dalam Pilkada, yang diukur bukan hanya dari jumlah suara sah yang mencoblos pasangan calon, tetapi juga dari tingkat kedatangan masyarakat ke tempat pemungutan suara (TPS). Menurutnya, ini adalah salah satu indikator utama dalam menilai kualitas demokrasi di suatu daerah.
“Persoalan nanti di dalam TPS itu mau coblos pasangan A atau B, itu urusan perorang. Tetapi kalau akhirnya melawan kolom kosong, ya bisa jadi nanti bagi masyarakat yang setuju dengan pasangan calon maka akan mencoblos pasangan calon. Tetapi bagi yang tidak setuju dengan calon pasangan, bisa mencoblos kolom kosong,” jelasnya.
Di beberapa daerah, kolom kosong justru pernah memenangkan pertarungan politik, menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pandangan kritis terhadap calon yang ada.
Ini sekaligus menandakan bahwa partisipasi aktif warga dalam proses pemilu tidak selalu berwujud dalam dukungan terhadap kandidat, tetapi juga dapat diwujudkan dalam bentuk penolakan melalui kolom kosong.
Menurut Qoyyim, Tantangan bagi KPU adalah bagaimana mengedukasi pemilih mengenai makna di balik skema kolom kosong dan pentingnya partisipasi dalam Pilkada. Abdul Qoyyim menegaskan bahwa ini adalah tanggung jawab KPU untuk memastikan setiap warga negara memahami hak dan pilihan mereka.
“Nanti suara akan diakumulasi. Itu mengapa di beberapa daerah kolom kosong bisa menang. Barometernya adalah seberapa banyak orang datang ke TPS. Itulah nanti kita ukur partisipasinya,” kata Abdul Qoyyim.
Dengan demikian, Pilkada Serentak 2024 tidak hanya menjadi ajang kontestasi antara kandidat, tetapi juga menjadi barometer partisipasi politik masyarakat. Apakah mereka memilih mendukung calon yang ada, atau justru memilih untuk menolak mereka melalui kolom kosong, keduanya akan memberikan gambaran yang jelas tentang dinamika politik di Kalimantan Timur.
“Sebagai langkah awal, KPU Kalimantan Timur berkomitmen untuk terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.” pungkasnya.
Abdul Qoyyim berharap bahwa apapun pilihan masyarakat, yang terpenting adalah keterlibatan aktif mereka dalam proses demokrasi, sehingga hasil Pilkada nanti benar-benar mencerminkan suara rakyat Kalimantan Timur. #
Reporter: Yani | Editor: Wong
Comments are closed.