BERITAKALTIM.CO-Ratusan tenaga Non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan kini tengah dirundung ketidakpastian. Menjelang akhir tahun, mereka terancam kehilangan pekerjaan akibat belum masuk dalam kategori Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), baik penuh waktu maupun paruh waktu.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Balikpapan, Purnomo, mengatakan bahwa pemerintah daerah masih menunggu aturan baru dari pemerintah pusat terkait kelanjutan status tenaga non-ASN, terutama bagi mereka yang belum memiliki masa kerja dua tahun.
“Yang tidak masuk kategori PPPK, baik penuh waktu maupun paruh waktu, kita masih menunggu aturannya. Berdasarkan Permenpan, mereka dikembalikan kepada OPD masing-masing untuk dilakukan evaluasi,” jelas Purnomo,saat ditemui pada Rapat Paripurna DPRD Balikpapan di Hotel Grand Senyiur Balikpapan, pada hari Senin, 27 Oktober 2025.
Ia mengungkapkan, hingga kini, hanya tenaga non-ASN yang sudah terdata dan memiliki masa kerja minimal dua tahun yang dapat dipertimbangkan masuk dalam basis data nasional tenaga honorer. Sedangkan bagi mereka yang belum memenuhi kriteria, nasibnya bergantung pada kebijakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tempat mereka bekerja.
“Bagi yang belum masuk kategori itu dikembalikan kepada daerah untuk diselesaikan. Jadi kemungkinan kontraknya hanya sampai 31 Desember dan tidak diperpanjang lagi,” ujarnya.
Menurut data sementara, jumlah tenaga non-ASN yang berpotensi terdampak mencapai ratusan orang. Mereka tersebar di berbagai bidang, mulai dari petugas kebersihan, staf administrasi, tenaga teknis, hingga penjaga sekolah.
Purnomo menjelaskan, langkah ini merupakan tindak lanjut dari kebijakan pemerintah pusat yang akan menghapus status tenaga honorer mulai 2026, sebagai bagian dari reformasi birokrasi nasional. Pemerintah daerah tidak lagi diperbolehkan mempekerjakan tenaga non-ASN di luar skema PPPK atau ASN.
Meski demikian, ia memastikan Pemkot Balikpapan tetap berupaya mencari solusi, agar pelayanan publik tidak terganggu akibat pengurangan tenaga non-ASN ini. “Kami juga berharap ada kebijakan transisi yang lebih fleksibel, karena di lapangan, tenaga non-ASN ini masih sangat dibutuhkan dalam mendukung kinerja pemerintah daerah,” kata Purnomo.
Situasi ini menjadi tantangan serius bagi Pemkot Balikpapan. Di satu sisi, pemerintah harus mematuhi regulasi nasional, sementara di sisi lain, keberadaan tenaga non-ASN masih menjadi tulang punggung berbagai layanan publik di kota ini.
Langkah pemerintah ke depan akan menjadi penentu, apakah ratusan tenaga non-ASN itu benar-benar harus berhenti bekerja, atau akan ada jalan tengah yang tetap memberi mereka ruang untuk mengabdi bagi kota Balikpapan.
NIKEN | WONG | Adv
Comments are closed.