BERITAKALTIM.CO — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menegaskan komitmennya untuk melindungi habitat satwa dilindungi, termasuk orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), melalui penerapan areal preservasi di kawasan hutan produksi.
Kebijakan tersebut menjadi bagian dari langkah pemerintah dalam menyeimbangkan antara kegiatan produksi hasil hutan dengan konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia.
“Kami memastikan bahwa apabila suatu wilayah terbukti menjadi habitat satwa dilindungi, maka kawasan itu pasti akan dikonservasi. Jadi ada yang disebut dengan areal preservasi,” ujar Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kemenhut, Erwan Sudaryanto, dalam taklimat media di Jakarta, Jumat (25/10).
Erwan menjelaskan bahwa areal preservasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE), merupakan kawasan yang ditetapkan untuk mendukung kelangsungan hidup sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Berbeda dengan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), areal preservasi berada di luar kawasan konservasi utama, namun memiliki fungsi ekologis penting sebagai penyangga kehidupan satwa liar.
“Areal ini berfungsi sebagai buffer zone, untuk memastikan bahwa satwa seperti orangutan Kalimantan tetap memiliki ruang hidup yang aman meskipun berada di kawasan hutan produksi,” jelas Erwan.
Sebagai contoh, ia menyebut adanya wilayah konservasi gajah di Aceh Tengah, yang berada di dalam wilayah konsesi hutan dan dihibahkan oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai bentuk komitmen terhadap pelestarian satwa dilindungi.
Menanggapi Laporan LSM Soal Ancaman Deforestasi
Sebelumnya, organisasi lingkungan Auriga Nusantara (Indonesia) dan Earthsight (Inggris) melaporkan adanya dugaan deforestasi di habitat orangutan Kalimantan akibat aktivitas produksi kayu yang dijual ke pasar Eropa.
Menanggapi laporan tersebut, Erwan menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan verifikasi dan kajian lapangan untuk memastikan kebenaran data tersebut.
“Jangan khawatir. Berdasarkan laporan LSM itu, perlu dilakukan kajian apakah benar memang terjadi. Kami berterima kasih atas laporan tersebut, dan pasti akan kami pastikan kebenarannya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan kehutanan nasional tidak semata berorientasi pada produksi, tetapi juga mempertimbangkan aspek konservasi keanekaragaman hayati.
“Kebijakan kami tidak hanya fokus pada produksi kayu, tetapi juga bagaimana memastikan keberlanjutan ekosistem dan perlindungan terhadap satwa endemik seperti orangutan Kalimantan,” tambahnya.
Erwan menegaskan bahwa Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) bekerja sama erat dengan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dalam mengimplementasikan konsep areal preservasi, terutama di kawasan hutan produksi aktif.
Sinergi ini diharapkan dapat memperkuat upaya pengawasan, pemantauan, dan restorasi kawasan hutan yang memiliki nilai ekologis tinggi.
“Kerja sama dengan Ditjen KSDAE terus berjalan untuk memastikan implementasi areal preservasi berjalan baik, terutama di luar kawasan konservasi formal,” tuturnya.
Konteks Perlindungan Orangutan Kalimantan
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) merupakan spesies kera besar endemik Pulau Kalimantan yang saat ini berstatus “Critically Endangered” (Kritis) berdasarkan daftar IUCN Red List.
Populasinya diperkirakan tinggal kurang dari 100 ribu individu, tersebar di Kalimantan Timur, Tengah, dan Barat.
Ancaman utama terhadap kelangsungan hidup mereka datang dari deforestasi, konversi lahan, dan perburuan liar. Karena itu, penerapan kebijakan areal preservasi di hutan produksi menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa upaya ekonomi tidak mengorbankan kelestarian spesies kunci ini.
ANTARA | WONG
Comments are closed.