BERITAKALTIM.CO – Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) RI menghadirkan inovasi besar bagi kalangan difabel rungu. Mereka meluncurkan Mushaf Al-Qur’an Isyarat, sebuah terobosan baru yang memungkinkan difabel rungu dan tuna netra untuk mempelajari huruf dan bacaan Al-Qur’an melalui tanda-tanda khusus. Inovasi ini diharapkan dapat memberikan akses yang lebih inklusif bagi para difabel dalam mendalami ajaran agama.
Deputi II BAZNAS RI Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, Imdadun Rahmat, menyatakan kebahagiaannya atas kemajuan yang ditunjukkan oleh para peserta dalam proses latihan.
“Kemajuan mereka luar biasa. Setiap sesi latihan biasanya kami lakukan tes, dan Masya Allah, kami sangat terharu melihat kerja keras mereka. Mereka berhasil memahami dan menggunakan metode ini dengan baik,” ujar Imdadun di convention hall GOR Kadrie Oening sempaja, Sabtu (14/9/2024).
Ia juga menekankan pentingnya dukungan lebih luas dari berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga amil zakat di Indonesia, untuk mendukung penyebaran metode ini.
Imdadun berharap agar penyebaran Mushaf Al-Qur’an Isyarat tidak hanya terbatas pada 1.000 eksemplar saja, melainkan dapat mencapai ratusan ribu, mengingat jumlah difabel sensorik di Indonesia yang mencapai jutaan.
“Oleh karena itu, perhatian yang lebih besar sangat dibutuhkan,” tambahnya.
Saat ini, buku pedoman Mushaf Al-Qur’an Isyarat belum tersedia secara komersial. Namun, bagi lembaga-lembaga yang berminat, BAZNAS siap menyediakan secara gratis.
“Kalau ada lembaga yang menghendaki, bisa langsung ke BAZNAS, dan akan kami siapkan. Tapi, untuk saat ini belum dijual bebas,” jelas Imdadun.
Sementara itu, Ahmad Badarudin, salah satu penafsir Al-Qur’an yang terlibat dalam proyek ini, mengungkapkan bahwa Al-Qur’an Isyarat ini mulai dikembangkan pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, berbagai komunitas difabel dan lembaga pendidikan yang selama ini telah mengajarkan Al-Qur’an dengan isyarat berkumpul untuk merumuskan huruf-huruf yang akan digunakan dalam metode tersebut.
“Ini masih baru, mungkin sekitar lima tahun. Jadi, sosialisasi masih diperlukan, tapi antusiasme dari komunitas tuna rungu sangat luar biasa. Mereka sangat gembira dan senang sekali bisa belajar Al-Qur’an dengan metode ini,” tutur Ahmad.
Ia juga berharap ke depannya metode ini akan terus disempurnakan melalui berbagai tahapan yang masih perlu dilewat
Meski inovasi ini disambut dengan antusiasme besar, proses perumusan Al-Qur’an Isyarat tidak lepas dari berbagai kendala. Ahmad mengungkapkan bahwa perdebatan panjang terjadi terutama antara para tuna rungu senior mengenai metode yang tepat.
“Ada diskusi yang panjang, terutama dengan tuna netra senior. Mereka punya orientasi masing-masing soal metode tilawah dan kitabah. Apakah semua huruf harus diisyaratkan atau cukup satu isyarat saja? Perdebatannya sangat panjang, tapi kembali ke komitmen untuk mempermudah para tuna rungu,” jelasnya.
Proses perumusan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk para tuna rungu senior dan ulama-ulama besar di Indonesia. Mereka bekerja sama untuk menciptakan metode yang paling efektif dalam mempelajari Al-Qur’an dengan isyarat.
Dengan adanya Mushaf Al-Qur’an Isyarat, diharapkan para difabel rungu dapat lebih mudah mendalami Al-Qur’an dan merasakan kedekatan spiritual melalui akses yang lebih inklusif. Upaya ini juga menjadi bagian dari komitmen BAZNAS dan Kemenag untuk terus memberikan perhatian kepada kelompok difabel dalam hal pengembangan pendidikan agama yang ramah dan mudah diakses oleh semua kalangan. #
Reporter: Yani | Editor: Wong
Comments are closed.