BERITAKALTIM.CO – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama anggota Koalisi Cek Fakta lain, AJI dan Mafindo, didukung oleh Google News Initiative Road to Indonesia Fact Checking Summit (IFCS) menggelar diskusi “Cara Memonetisasi Konten Cek Fakta”, Jumat (1/11/ 2024). Kegiatan ini adalan bagian rangkaian kegiatan Indonesia Fact Checking Summit yang akan diselenggarakan pada tanggal 7 November 2024.
Diskusi dibuka oleh Wahyu Dhyatmika, Ketua Umum AMSI. Dalam pembukaannya Wahyu Dhyatmika menjelaskan kalau kegiatan ini merupakan pemanasan menuju Indonesia Fact Checking Summit yang akan diselenggarakan pekan depan, dan tema kegiatan hari ini adalah bagaimana memonetisasi Cek Fakta.
“Beberapa bulan lalu sempat menjadi isu di Gerakan Cek Fakta, terutama teman-teman yang baru bergabung di 100 media di daerah-daerah ingin tahu bagaimana caranya kita mendatangkan monetisasi. Tentu itu pertanyaan yang wajar karena dasarnya kita adalah industry media, kita adalah bagian dari bisnis media,” ucap Wahyu Dhyatmika.
Sebagai bisnis media, kegiatannya menciptakan nilai dan mengambil nilai. Sehingga dalam memproduksi informasi sehari-hari menciptakan manfaat kepada para pengguna kita dan kita sebagai perusahaan harus bisa mengubah manfaat itu menjadi keuntungan.
“Kenapa itu penting? Agar kegiatan Cek Fakta ini bisa berkelanjutan, tidak tergantung pada pihak ketiga tetapi tergantung pada kemampuan kita membuat manfaat produksi konten kita kemudian menjadi pendapatan,” ungkap.
Elin Kristanti, Pemred Liputan6.com, membuka diskusi dengan menjelaskan bahwa banyak tantangan yang ada di ruang redaksi. Ada media besar dan ada yang kecil, tapi kalau dirangkum tantangannya di Indonesia tentu saja sumberdaya, manusia maupun dana.
Tidak hanya di Indonesia saja, berdasarkan survey dari IFCN tahun 2023 baik itu media dan CSO’s yang paling menantang adalah bagaimana mendanai dan menghasilkan monetisasi kegiatan Cek Fakta.
Survey tersebut juga menyebutkan bahwa ada 10% lebih dari anggota IFCN yang menjalankan program Cek Fakta dengan dana yang cenderung minimum. Tapi ada pendapatan dari Meta Third Party Fact Checking Program, beberapa mendapatkan program tersebut, kemudian Grant dan kemudian ada kegiatan pelatihan dan membership/donasi
“Untuk Liputan6.com sendiri sejak tahun 2018 sudah menjadi anggota IFCN bersama lima media lain dan MAFINDO dan setelah menjadi anggota IFCN kami sudah berpartner dengan beberapa program termasuk third party fact checking Meta dan kalau tidak ada peluang pendanaan, ada grant,” ujarnya.
Dari IFCN dan Meta banyak sekali peluang, lanjut Elin, tapi untuk mendapatkan status keanggotaan IFCN bukan hal yang mudah karena setiap tahun harus melaporkan, memperbarui keanggotaan dan lain-lain.
“Mungkin ada banyak peluang pendanaan yang bisa kita eksplorasi terutama grant dan program Meta, pelatihan dan training kemudian membership/donasi. Untuk Liputan6.com untuk membership/donasi sayangnya belum karena orang Indonesia tidak biasa membayar untuk berita,” ujar Elin Kristanti.
Kegiatan dilanjutkan oleh Bayu Galih dari Kompas.com. Bayu Galih menjelaskan pengalaman Kompas.com dalam memonetisasi program Cek Fakta. Pengalaman Kompas.com dalam mengupayakan program Cek Fakta berkelanjutan. Dalam monetisasi pendapatan kita lumayan, hanya yang lebih terpenting lagi adalah dengan model bisnis media yang sekarang ada ini yang dipikirkan lebih ke keberlanjutan. Bagaimana caranya agar bisa tetap bertahan dengan tetap mengedepankan etika jurnalistik
Perkembangan Cek Fakta di Kompas.com sebenarnya prosesnya cukup Panjang. Awalnya ada tim pemantau isu viral di media sosial tapi belum ada tim khusus, hingga kemudian dibentuk tim Media Sosial di Solo pada tahun 2017 dengan merekrut empat reporter.
Ketika tim medsos makin berkembang dan sejumlah media mulai bergabung di IFCN, Kompas.com juga berusaha bergabung dengan IFCN karena kolaborasi ini menarik melibatkan media dari berbagai negara dan dapat memperkuat model bisnis media. Kemudian dibuat desk khusus Cek Fakta pada awal tahun 2022.
Produk Cek Fakta yang dihasilkan Kompas.com diantaranya adalah artikel debunking yaitu membongkar hoaks yang tersebar di media sosial.
“Yang paling sulit adalah mencari hoaksnya. Yang menarik dari artikel debunking ini adalah Meta third party akan memberikan tools yang dibutuhkan seperti dashboard monitoring. Kerja sama dengan Meta ini cukup membiayai program-program Cek Fakta yang ada di Kompas.com,” kata Bayu.
Artikel Prebunking
Artikel prebunking berbeda dengan debunking. Kalau debunking hoaksnya sudah muncul, kalau prebunking kita memberikan informasi sebelum hoaks tersebut muncul. Ini penting karena artikel prebunking ini bisa jadi pintu masuk jika kita ingin melakukan kampanye ke masyarakat, dan banyak entitas-entitas sipil atau pemerintah yang bisa mendukung kegiatan-kegiatan ini
Karena secara umum sekarang trennya daya tahan masyarakat untuk membaca sudah semakin berkurang, maka perlu disajikan juga dalam bentuk infografik dan video. Format video pendek juga sekarang menarik untuk didalami dan media social ini penting untuk didalami karena salah satu model bisnis media social adalah memonetisasi dari platform media social
Moderator Diskusi Rini Yustiningsih, Pemred Solopos menutup kegiatan dengan menyimpulkan bahwa menjadikan konten cek fakta tidak hanya sekedar konten tetapi ada ruang – ruang potensial diantaranya adalah dengan mendapatkan pembiayaan dari grant atau Meta Third Party dan lainny yang menarik adalah melakukan kolaborasi dengan event – event. Maka Cek Fakta tidak hanya sekedar konten tetapi ada event – event lanjutan yaitu masih terkait dengan Cek Fakta baik itu berupa pelatihan, sosialisasi maupun kampanye ke masyarakat.
Kemudian yang terkait dengan isu hoaks, kembali ke ruang redaksi masing – masing bagaimana menempatkan Cek Fakta ini sebagai salah satu konten penting dalam ruang redaksinya masing-masing. #
Editor: Wong
Comments are closed.