BERITAKALTIM.CO — Pemerintah Sudan menyerukan kepada masyarakat internasional untuk segera menghentikan aliran senjata dan pendanaan kepada kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) serta menetapkannya sebagai organisasi teroris.
Seruan itu disampaikan oleh Perwakilan Sudan untuk Uni Afrika, Duta Besar Al-Zain Ibrahim Hussein, dalam konferensi pers di Kedutaan Besar Sudan di Addis Ababa, Ethiopia, Selasa (4/11/2025).
Dalam pernyataannya, Hussein menuding sejumlah pihak di komunitas internasional dan regional telah turut memungkinkan RSF melakukan kekejaman di wilayah Darfur dan Kordofan.
Ia menyebut, tindakan tersebut telah melanggar hukum humaniter internasional dan menyebabkan pembunuhan massal terhadap warga sipil.
“Kami menyerukan agar pelanggaran segera dihentikan dengan memutus jalur pendanaan dan pasokan senjata milisi. Dunia harus berani menunjuk RSF sebagai organisasi teroris,” tegas Hussein seperti dikutip kantor berita SUNA.
Duta besar itu juga memperingatkan bahwa penggunaan tentara bayaran dan pejuang asing di Sudan berisiko besar menimbulkan instabilitas di seluruh kawasan Afrika.
Rekaman Kekejaman Ditampilkan di Konferensi Pers
Dalam konferensi pers tersebut, Hussein turut memperlihatkan rekaman video yang disebutnya sebagai bukti kekejaman RSF di sejumlah wilayah, termasuk kota El-Fasher di Darfur Utara, kota Bara di Kordofan Utara, dan beberapa desa lainnya.
Rekaman itu menampilkan bukti dugaan pembunuhan massal terhadap warga sipil tak bersenjata, serta tindakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia.
Menurut laporan lembaga lokal dan internasional, RSF telah merebut kota El-Fasher pada 26 Oktober dan melakukan pembantaian terhadap warga sipil.
Penyerangan itu menimbulkan kekhawatiran akan semakin kuatnya pemisahan geografis Sudan antara wilayah barat (yang dikuasai RSF) dan bagian tengah serta utara (yang dikuasai militer).
Pada 29 Oktober, Komandan RSF Mohamed Hamdan Dagalo mengakui adanya “pelanggaran” oleh pasukannya di El-Fasher dan menyatakan bahwa penyelidikan internal telah dibuka.
Saat ini, RSF menguasai seluruh lima negara bagian di Darfur, sedangkan militer Sudan masih memegang kendali atas 13 negara bagian lainnya, termasuk ibu kota Khartoum, serta wilayah selatan, utara, timur, dan tengah.
Sejak 15 April 2023, konflik bersenjata antara militer dan RSF telah menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan warga mengungsi.
Upaya mediasi yang dilakukan oleh berbagai pihak — baik regional maupun internasional — hingga kini belum berhasil menghentikan perang yang berkepanjangan.
Hussein menegaskan bahwa diamnya komunitas internasional terhadap pelanggaran yang dilakukan RSF akan memperparah situasi kemanusiaan di Sudan.
Ia juga mendesak Dewan Keamanan PBB dan Uni Afrika untuk menjatuhkan sanksi terhadap pihak-pihak yang terbukti memberikan dukungan militer kepada RSF.
“Kami tidak hanya berbicara untuk Sudan, tapi untuk seluruh Afrika. Jika pasokan senjata tidak dihentikan, konflik ini akan menyebar dan mengancam stabilitas regional,” ujarnya menutup pernyataan.
ANTARA | WONG
Comments are closed.