MAHAKAM ULU – Akibat infrastruktur yang tak kunjung terpenuhi di kawasan perbatasan, warga di 10 desa di Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia. Warga desa di daerahnya berbatasan dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia ini menganggap perhatian Pemerintah Indonesia sangat minim.
10 desa di perbatasan itu adalah Desa Long Apari, Desa Long Penaneh 1, Desa Long Penaneh 2, Desa Long Penaneh 3, Desa Long Kriyok, Desa Tiong Buu, Desa Tiong Ohang, Desa Kampung Baru, Desa Naha Tifaf, dan Desa Naha Silat. Dulu desa-desa ini menjadi bagian Kabupaten Kutai Barat. Setelah pemekaran, kawasan perbatasan ini masuk ke dalam Kabupaten Mahakam Ulu yang masih dijabat penjabat bupati.
Kepala Desa Long Penaneh 1, Batoq Laga, mengaku, dia bersama warganya sudah cukup bersabar. Mereka bersabar dari janji pemerintah membenahi infrastruktur warga perbatasan. Akibat persoalan infrastruktur yang masih minim, harga kebutuhan pokok melambung tinggi.
“Kita sudah sangat bersabar, namun tak ada kepastian kapan ada keseriusan pembenahan infrastruktur. Kalau begini terus, kita tentu berfikir untuk bergabung ke Malaysia saja, dengan harapan perhatian yang lebih,” kata Batoq Laga, kemarin.
Dia menceritakan, kondisi warganya sangat memprihatinkan. Pasokan kebutuhan sangat bergantung dari transportasi Sungai Mahakam. Harganya pun sudah tentu melambung tinggi.
“Satu karung beras yang beratnya 25 kilogram harganya sudah Rp600 ribu. Sedangkan bensin satu botol eceran sudah Rp25 ribu. Mahal sekali kan,” katanya.
Sementara Kepala Desa Tiong Ohang, Tibun Bala, mengakui hal serupa. Selain infrastruktur, kawasannya merupakan area blank spot atau tak ada sinyal telekomunikasi sama sekali. Lembaga penyiaran seperti RRI dan TVRI pun tak ada.
“Persoalan ini sudah sering kami sampaikan ke pemerintah provinsi, maupun mencoba ke pemerintah pusat. Namun hingga kini, tak ada realisasi sama sekali,” katanya.
Persoalan jaringan relekomunikasi, di Desa Tiong Ohang sudah berdiri satu tower BTS sejak tahun 2012. Namun hingga sekarang tower tersebut tak berfungsi. Telkomsel yang menjadi mitra dalam pembangunan tower tersebut tak kunjung memasang peralatan agar sinyal telepon seluler bisa masuk ke kawasan tersebut.
“Tower itu kayanya sia-sia saja. Sudah beberapa kali mau dirobohkan warga karena tak kunjung berfungsi, tapi tak jadi karena kami mencoba terus bersabar,” kata Tibun.
Kondisi desa di perbatasan ini memang memprihatinkan. Satu-satunya akses ke desa-desa ini dari ibukota Provinsi Kaltim, Samarinda, hanya melalui penerbangan perintis. Dari Samarinda, warga ke-10 desa ini bisa menggunakan penerbangan perintis bersubsidi menuju Bandara Datah Dawai, Desa Long Lunuk, Kecamatan Long Pahangai.
Penerbangan tak setiap hari. Hanya ada pada hari Senin, Rabu, dan Minggu dengan maskapai Avia Star. Pesawat kecil ini pun terbang tergantung cuaca. Jika cuaca buruk, penerbangan sering dibatalkan.
Dari Desa Long Lunuk, perjalanan harus ditempuh dengan menggunakan kapal kecil terbuat dari kayu dengan mesin yang biasa disebut warga sebagai kapal ces. Biaya perjalanan kapal tergantung kondisi pasang surut air sungai.
Jika air pasang, warga desa merogoh kocek Rp1 juta untuk satu perahu untuk sampai di Desa Tiong Ohang. Jika sungai surut seperti saat ini yang sedang kemarau panjang, biaya yang harus dikeluarkan bisa jauh lebih banyak. Pasalnya, mereka harus berganti perahu.
“Kalau sungai surut, ada banyak giram yang tak bisa dilewati perahu itu. Jadi jika ada giram tinggi, warga desa harus ganti perahu. Pergantian perahu tergantung banyaknya giram,” kata tokoh adat Long Apari, Yohanes Ibo.
Desa ini juga tak memiliki aliran listrik sama sekali. Sebagian warga yang mampu, memiliki genset pribadi. Namun sebagian besar warga hidup dalam kegelapan di malam hari.
Untuk saat ini warga berharap, satu per satu infrastruktur bisa terbangun. Harapan paling realistis warga yang bisa segera teralisasi adalah sinyal telekomunikasi, karena sudah terbangun tower BTS. Selama ini, memang ada warung telekomunikasi (wartel), namun biayanya sangat mahal.
“Kalian harus tahu, televisi kami hanya menangkap siaran dari Malaysia. Siaran radio juga. Coba bayangkan jika desa-desa ini bergabung dengan Malaysia, jangankan sinyal HP, infrastruktur pasti bagus,” katanya.
Tak heran jika banyak warga desa menyuarakan agar desa-desa di perbatasan ini bergabung ke Malaysia saja. Menurut mereka, lebih sejahtera jika di kawasan ini berkibar bendera Malaysia ketimbang bendera merah putih.
“Kami memang seperti anak tiri. Tapi hati kami sejatinya sangat cinta Indonesia. Nenek moyang kami ikut mempertahankan setiap jengkal tanah ini demi NKRI. Wajar saja kalau warga desa di perbatasan marah,” kata Yohanes.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kaltim Abdullah Sani mengatakan tower BTS di Desa Tiong Ohang dibiayai oleh Pemprov Kaltim melalui bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Barat kala itu. Tower ini dibangun berkat kerjasama kemitraan pemerintah dengan TNI.
Tahun 2013, Diskominfo Kaltim juga membangun tower BTS di Desa Long Apari. Sani mengakui jika kedua tower yang telah tuntas dibangun itu memang belum bisa digunakan. Diskominfo Kaltim juga sedang membangun satu tower BTS lagi di Desa Long Lunuk, Kabupaten Long Pahangai dan akan tuntas pada Desember 2014.
“Pada tanggal 29 Agustus 2014 lalu di kantor Telkomsel Balikpapan sudah dibicarakan antara Penjabat Bupati Mahulu dan Kadiskominfo Kaltim, bersama GM Telkomsel Balikpapan. Disepakati Telkomsel siap memasang BTSdan sudah dilakukan survey ke dua lokasi tersebut pada 4 September 2014,” kata Sani, kemarin.
Dia menambahkan, Telkomsel segera memasang jaringan di dua BTS tersebut agar segera bisa beroperasi. Sani pun meyakinkan paling cepat akhir tahun ini, dua BTS ini sudah beroperasi.
“Karena menunggu peralatan di dari Jakarta dan peralatan yang dibawa ke lokasi sangat banyak, seberat 1 ton. Ada kesulitan menuju lokasi karena musim kemarau yang membuat air sungai surut,” tambahnya.
Wakil Gubernur Kaltim Mukmin Faisyal mengaku akan memanggil Pj Bupati Mahakam Ulu, Ruslan, untuk meminta penjelasan terkait persoalan ini. Perlu informasi jelas agar kebijakan yang diambil juga tepat.
“Nanti akan saya panggil Pj Bupatinya. Kalau perlu nanti saya yang ke sana temui bupatinya. Supaya tahu masalahnya apa. Saya rasa itu mungkin hanya emosi sesaat saja,” kata Mukmin.
Menurutnya, perhatian Pemprov Kaltim ke kawasan perbatasan tak perlu diragukan lagi. Ini terbukti dengan pembangunan beberapa fasilitas seperti tower BTS dan membangun bandara perintis.
“Sisanya kan pembangunan secara bertahap, tidak bisa sekaligus,” pungkasnya.#lil